BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penelitian
pada hakikatnya merupakan wahana untuk menentukan kebenaran atau untuk lebih
membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran itu dapat dilakukan oleh para
penelitian dengan melalui beberapa proses yang tertera dalam prosedur-prosedur
tertentu. Salah satu tindakan terpenting bagi seorang peneliti adalah
pengumpualan data yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau
tidak keberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan pada kelas
tertentu. Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian
tindakan kelas adalah teknik pengamatan atau observasi, baik pengamatan sekilas
maupun pengamatan terlibat. Pengumpulan data dapat juga dilakukan melalui
teknik wawancara, baik wawancara biasa, wawancara terstruktur, amupun wawancara
mendalam. Selain itu, penelitian juga menggunakan teknik assessment:baik tes
subjektef (tes buatan peneliti dan guru) maupun tes objektif. Sebagaimana yang
telah diketahui, tidak semua data dapat dikumpulkan melalui satu teknik saja.
Tidak semua data dipergunakan dapat dikumpulkan melalui teknik pengamatan.
Demikan
pula tidak semua data yang diperlukan dapat dikumpulkan melalui teknik
assessment. Tiap-tiap teknik pengumpulan data memiliki kelebihan dan
keterbatasan. Pengamatan terbatas untuk pengumpulan data yang dilihat secara
kasat mata, baik yang menggunakan indera penglihatan (mata) maupun kamera audio
visual. Sedangkan teknik wawancara terbatas untuk menggali data tentang apa
yang diucapkan, dipikirkan dan dirasakan, termasuk (minat, kepekaan dan
penghargaan) informan. Dipihak lain, teknik assessment dapat digunakan untuk
menggali data tentang kemampuan (kompetensi) seseorang, yang meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
B.
Rumusan
Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang:
1.
Jenis-jenis
data dalam penelitian
2.
Teknik
pengumpulan data melalui tes
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan
kami adalah :
1.
Menjelaskan jenis-jenis data dalam
penelitian
2.
Menjelaskan teknik pengumpulan data
melalui tes
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan
makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui jenis-jenis data dalam
penelitian
2.
Untuk mengetahui teknik pengumpulan data
melalui tes
E.
Metode
Penulisan
Penulisan menggunakan
metode pustaka
BAB
II
PENGUMPULAN
DATA DALAM PTK
A. Jenis-jenis Data
dalam Penelitian
Dalam
kegiatan pembelajaran yang Anda lakukan sehari-hari, sesungguhnya Anda
berhadapan dengan data. Hampir tidak ada aktivitas atau langkah pembelajaran yang
tidak terkait dengan data. Ketika Anda memberikan pertanyaan kepada siswa, tentu
Anda ingin mengetahui apakah siswa tersebut mendengar dan memahami apayang Anda
jelaskan bukan? Atau Anda ingin mengetahui tingkat keaktifan siswa tersebut.
Ketika Anda memberikan soal-soal latihan, memberikan pekerjaan rumah, melakukan
ulangan mewawancarai siswa, mengamati aktivitas praktikum dan sebagainya,
semuanya bertujuan untuk memperoleh data. Di dalam kegiatan penelitian,
keberadaan data merupakan komponen yang sangat penting, karena seperti apapun
penelitian yang dirancang oleh penelititujuannya adalah untuk
memperoleh data. Jika kita kaji dan kita pilah secara cermat, maka kita akan
menemukan beberapa jenis data. Kerlinger (1993) mengemukakan bahwa pemahaman
terhadap jenis data dalam penelitian akan mengarahkan seorang peneliti untuk
memilih instrumen yang cocok dengan data yang diinginkannya tersebut. Menurut
jenisnya data dalam penelitian dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu data nominal,
data ordinal, data interval, dan data ratio (Kerlinger, 1993). Berikut mari
kita cermati penjelasan dan contoh dari masing-masing jenis data tersebut.
1. Data nominal
Data
nominal adalah suatu data yang hanya terpilah menjadi dua bagian atau dua pilihan,
atau dua kategori dimana yang satu dengan lainnya terpisah secara tegas (Kerlinger,
1993; Babbie, 1986; Gay, 1981).
Contoh
jenis data nominal:
•
Laki-laki Perempuan
•
Tua Muda
•
Kota Desa
•
Ya Tidak
•
Siang Malam
•
Sekolah Tidak sekolah
•
Kaya Miskin
•
Lulus Tidak lulus
dan
seterusnya.
2. Data ordinal
Data
ordinal ialah suatu data yang menunjukkan urutan dalam kedudukan masing-masing
data/data urutan peringkat/jenjang yang tidak menunjukkan kuantitas absolut
(Kerlinger, 1993).
Contoh
data ordinal:
•
Peringkat kejuaraan.
•
Urutan angka 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.
•
Jenjang pendidikan.
•
Pemeluk agama/keyakinan.
•
Kelompok etnik/suku.
•
Jenis kendaraan.
•
Kelompok makanan.
•
Jenis pekerjaan, dll.
3. Data interval
Data
interval adalah suatu data yang menunjukkan jarak yang memiliki ciri nominal
dan ordinal. Di samping itu jarak keangkaan yang sama pada skala interval mewakili
jarak yang sama pula dalam hal pemilikan sifat yang diukur.
Contoh
data interval:
a
b c d e
1
2 3 4 5
a/1
= Tidak pernah Sangat tidak setuju
b/2
= Hampir tidak pernah Tidak setuju
c/3
= Pernah Ragu-ragu
d/4
= Kadang-kadang Setuju
e/5 = Selalu Sangat setuju
4. Data ratio
Data
ratio/nisbat ialah data pengukuran yang sangat tinggi, yang mempunyai ciri-ciri
skala nominal, ordinal, dan interval, dan juga memiliki nol mutlak atau nol natural
yang mengandung makna empirik. Jika suatu pengukuran menggunakan nol pada suatu
skala rasio, maka dapat dikatakan bahwa obyek tertentu tidak memiliki sifat
yang sedang diukur. Angka-angka pada skala rasio menunjukan besaran sesungguhnya
pada sifat yang diukur. Untuk ilmu sosial jarang sekali menggunakan skala
rasio.
Contoh
data skala rasio
Skor
8 mempunyai prestasi 2 x lebih baik dari yang mendapatkan skor 4 dalam suatu mata
pelajaran (Kerlinger, 1993).
Sampai
di sini Anda telah mengkaji penggolongan data menurut jenisnya. Coba Anda
kelompokkan data dalam proses pembelajaran Anda sesuai dengan pengelompokan di
atas!
B.
Teknik Pengumpulan Data Melalui Tes
Untuk
memperoleh data di dalam kegiatan penelitian, seorang peneliti dapat menggunakan
berbagai teknik. Penggunaan dari salah satu atau beberapa teknik pengumpulan
data sangat tergantung pada jenis data yang akan dikumpulkan, tujuan penelitian
dan tentu saja pemahaman peneliti tentang teknik yang akan dipergunakan tersebut
serta kemampuannya untuk melaksanakan penelitian denganmempertimbangkan
berbagai faktor yang terkait. Sebagai contoh, seorang peneliti melakukan
penelitian tentang motivasi dan hasil belajar siswa pada beberapa sekolah yang
telah ditentukannya. Terkait dengan penelitian tersebut seorang peneliti
terlebih dahulu menjelaskan jenis data yang akan dikumpulkan. Untuk mengkaji
motivasi siswa, misalnya guru dapat menggunakan beberapa teknik yang dapat
dipilih, misalnya observasi, wawancara, atau kuesioner. Untuk menghimpun data
tentang hasil belajar siswa, dapat dipergunakan tes yang dibuat peneliti
sendiri, peneliti bersama guru, atau menggunakan instrumen tes yang standar. Di
samping menggunakan tes, juga dapat mengkaji hasil-hasil belajar, hasil-hasil
ulangan siswa yang lebih dikenal dengan teknik studi dokumenter.
Dalam
pelaksanaan tugas Anda sehari-hari, pelaksanaan tes sebagai caramemahami
kemampuan siswa tentu sudah sangat tidak asing bagi Anda. Namun untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan menambah wawasan Anda tentang
cara-cara pengumpulan data melalui tes, maka bagian ini perlu kita kaji bersama
dengan lebih cermat.
Teknik
tes atau kadang-kadang juga disebut sistem testing merupakan usahauntuk
memahami atau memperoleh data tentang siswa. Dalam pandangan lain juga dikemukakan
bahwa tes sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi (mengamati)
tingkah laku individu, dan menggambarkan atau mendeskripsikan tingkah laku itu
melalui skala angka atau sistem kategori. Nurkancana dan Sumartana (1986: 25)
mendefinisikan tes sebagai suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk
suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau
sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau
prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh
anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan. Jika defenisi ini dianalisis,
maka kita menemukan beberapa hal penting yang dapat kita simpulkan yaitu:
1.
Tes adalah suatu bentuk tugas yang terdiri dari sejumlah pertanyaan atau perintah-perintah.
2.
Tes diberikan kepada seorang anak atau sekelompok anak untuk dikerjakan.
3.
Bahwa respon atau jawaban anak atau kelompok anak tersebut dinilai.
Penggunaan
teknik tes, khususnya tes prestasi belajar bagi guru di sekolahbertujuan untuk:
a. Menilai kemampuan
belajar murid.
b. Memberikan bimbingan
belajar kepada murid.
c. Mengecek kemajuan
belajar.
d. Memahami
kesulitan-kesulitan belajar.
e. Memperbaiki teknik
mengajar.
f. Menilai efektivitas
(keberhasilan) mengajar.
Arikunto
(1988), mengemukakan bahwa tes sebagai instrumen pengumpulandata dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Tes
buatan guru, yaitu tes yang disusun oleh guru dengan prosedur tertentu, akantetapi
belum mengalami uji coba berkali-kali sehingga tidak diketahui ciri-ciri dan
kebaikannya.
2. Tes
standar (standardized tes), yaitu tes yang biasanya sudah tersedia di
lembaga testing, yang sudah terjamin keampuhannya. Tes ini sudah mengalami uji
coba berkali-kali, direvisi berkali-kali sehingga sudah dapat dikatakan cukup
baik. Di dalam setiap tes yang terstandar, sudah dicantumkan petunjuk
pelaksanaan, waktu yang dibutuhkan, bahan yang tercakup, dan hal-hal lain,
misalnya validitas dan reabilitas tes.
Dalam
pembahasan tentang bentuk-bentuk tes, Gall & Borg (2002: 209)mengemukakan
terdapat beberapa bentuk tes performance, yaitu; (a) intelligencetests atau
tes intelegensi, (b) aptitude tests atau tes sikap, (c) achievement
tests atau tes hasil belajar, (d) diagnostic tests atau tes
diagnostik, dan performanceassessment atau penilaian kinerja.
Di
antara bentuk tes yang paling sering dipergunakan guru adalah tes hasilbelajar.
Jika dilihat dari beberapa dimensi atau sudut pandangan, tes hasil belajar sebagai
salah satu bentuk yang diarahkan untuk mengetahui hasil atau prestasi belajar
siswa dibedakan atas beberapa jenis. Berdasarkan jumlah atau pengikut tes, maka
tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tes individual dan tes kelompok
(Nurkancana dan Sumartana, 1986: 25). Tes individual adalah suatu tes dimana
pada saat tes tersebut diberikan kita hanya menghadapi satu orang anak. Sedangkan
tes kelompok, yaitu dimana pada saat tes diberikan, kita menghadapi sekelompok
anak.
Tes
hasil belajar disamping dapat dikaji dari jumlah atau pengikut tessebagaimana
dikemukakan di atas, juga dapat ditinjau dari segi penyusunannya. Dilihat dari
segi penyusunannya tes dibedakan atas tiga jenis, yaitu tes buatan guru, tes
buatan orang lain yang tidak distandarisasi, dan tes standar atau tes yang
sudah distandarisasi.
a. Tes
buatan guru, yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang akanmempergunakan
tes tersebut.
b. Tes
buatan orang lain yang tidak distandarisasi, adalah tes yang dibuat orang lain yang
dianggap cukup baik yang dapat dipergunakan oleh guru. Tes jenis ini misalnya
tes yang disusun oleh teman-teman sejawat guru yang lebih berpengalaman, atau
tes yang dimuat pada akhir tiap-tiap bab dari bukupelajaran.
c. Tes
standar atau tes yang telah distandarisasi, yaitu tes yang telah cukup valid dan
reliabel berdasarkan atas uji coba berkali-kali terhadap sampel yang cukup luas
dan representatif.
Selain
dari sudut pandang di atas, jenis tes hasil belajar juga dapat dikaji
daribentuk jawaban atau bentuk respon. Berdasarkan bentuk jawaban atau bentuk
respon ini, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Tes
tindakan, yaitu suatu tes dimana jawaban atau respon yang diminta dari anak berbentuk
tingkah laku. Jadi anak berbuat sesuai dengan perintah atau pertanyaan yang
diberikan. Misalnya dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan,
untuk mengetahui apakah seorang anak sudah dapat berenang dengan gaya tertentu,
maka cara yang paling baik adalah menyuruh anak tersebut mempraktekkan langsung
cara berenang yang dikehendaki. Jika anak dapat melakukan sesuai dengan
kriteria yang ditentukan guru, maka berarti anak tersebut telah menguasai tes
yang diberikan dalam bentuk tindakan tersebut.
2. Tes
verbal, yaitu suatu tes, dimana jawaban atau respon yang diberikan oleh anak-anak
berbentuk bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Dalam keadaan ini,
anak akan mengucapkan atau menulis jawabannya sesuai dengan pertanyaan atau
perintah yang diberikan.
Selain
ditinjau dari bentuk jawaban atau respon yang diberikan, tes juga dapat dilihat
dari bentuk pertanyaan yang diberikan oleh guru. Bentuk tes ini tentu sudah sangat
sering Anda terapkan didalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Jenis tes ini dibedakan
menjadi dua, yaitu tes obyektif dan tes essay.
1.
Tes obyektif
Tes
obyektif adalah bentuk tes yang terdiri dari item-item yang dapat dijawabdengan
cara memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif yang tersedia,
atau dengan mengisi jawaban dengan beberapa perkataan atau simbul tertentu. Ada
beberapa bentuk tes obyektif, yaitu:
a.
Tes benar salah (true-false), adalah tes yang butir-butir soalnya
mengharuskan agar siswa mempertimbangkan suatu pernyataan sebagai pernyataan
yang benar atau salah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam
penyusunan tes obyektif bentuk benar-salah ini:
-
Meyakinkan sepenuhnya bahwa butir soal tersebut dapat dipastikan benar atau
salah.
-
Jangan menulis butir soal yang memindahkan satu kalimat secara harfiah dari teks.
-
Jangan menulis butir soal yang memperdayakan.
-
Menghindari pernyataan negatif.
-
Menghindari pernyataan berarti ganda.
-
Menggunakan suatu bentuk yang tepat.
-
Menghindari kata-kata kunci, seperti pada umumnya, semua, dan yang lain.
- Menghindari jawaban benar yang terpola.
b.
Tes pilihan ganda (multiple choice), adalah suatu item yang terdiri dari
suatu statemen yang belum lengkap. Untuk melengkapi statemen tersebut
disediakan beberapa statemen sambungan. Satu diantaranya merupakan sambungan
yang benar sedangkan yang lain adalah sambungan yang tidak benar (Nurkancana
dan Sumartana, 1986; Dimyati dan Mudjiono, 1994). Item multiple choice ini
dapat pula berupa suatu pertanyaan yang telah disediakan beberapa buah jawaban,
dimana hanya satu dari jawaban-jawaban yang disediakan tersebut merupakan jawaban
yang benar. Alternatif pilihan yang disediakan disebut “option”, sedangkan.
Jawaban-jawaban atau statemen sambungan yang tidak benar disebut pengecoh.
Bloom, 1981 (Dimyati dan Mudjiono, 2004: 200) mengingatkan beberapa kaidah yang
harus diperhatikan didalam penyusunan soal pilihan ganda.
-
Pokok soal (stem) yang merupakan permasalahan harus dirumuskan secara jelas.
-
Perumusan pokok soal dan alternatif jawaban hendaknya merupakan pernyataan yang
diperlukan saja.
-
Untuk satu soal, hanya ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
-
Sedapat mungkin dihindarkan perumusan pernyataan yang bersifat negative pada
pokok soal.
-
Alternatif jawaban (option) sebaiknya logis, dan pengecoh harus
berfungsi (menarik).
-
Diusahakan agar tidak ada petunjuk untuk jawaban yang benar.
-
Diusahakan agar mencegah penggunaan pilhan jawaban yang terakhir berbunyi
“semua pilihan jawaban di atas benar”, atau “semua pilihan jawaban di atas
salah”.
-
Diusahakan agar pilihan jawaban homogen, baik dari segi isi maupun panjang pendeknya
pertanyaan.
-
Apabila pilihan jawaban berbentuk angka, susunlah secara berurutan dariangka
yang terkecil diletakkan di atas sampai angka terbesar yang diletakkan di
bawah.
-
Di dalam pokok soal diusahakan tidak menggunakan ungkapan atau kata-kata yang
bersifat tidak tentu, seperti seringkali, kadang-kadang, pada umumnya dan
kata-kata sejenis.
-
Diusahakan agar jawaban butir soal yang satu tidak bergantung dari jawaban butir
soal yang lain.
-
Dalam merakit soal diusahakan agar jawaban yang benar (yang menjadikunci
jawaban) letaknya tersebar antara a, b, c, d, atau ditentukan secara acak, sehingga
tidak terjadi pola jawaban tertentu.
c.
Tes menjodohkan (Maching), adalah suatu bentuk tes yang biasanya terdiri
dari dua kolom yang paralel, dimana masing-masing berisi uraian-uraian,
keteranganketerangan atau statemen. Dengan kata lain merupakan bentuk tes yang
butirbutir soalnya terdiri dari satu daftar premis dan satu daftar jawaban yang
sesuai (Dimyati dan Mujiono, 2004; Nurkancana, 1986: 36). Dalam penyusunan soal
bentuk menjodohkan ini, ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan.
-
Meyakinkan bahwa pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau penggalan kalimat
yang mudah atau khusus, dan hanya ada satu jawaban yang benar.
-
Menggunakan bentuk yang cocok.
-
Jangan memutus-mutus butir soal melengkapi.
-
Menghindari pemberian petunjuk ke arah jawaban yang benar.
-
Menunjukkan bagaimana seharusnya jawaban yang benar.
Tes
obyektif sebagai salah satu bentuk teknik pengumpulan data, khususnyaberkenaan
dengan siswa, memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah:
1. Dapat
dijawab dengan cepat, sehingga memungkinkan siswa menjawab sejumlah besar
pertanyaan dalam satu periode tes. Terkait dengan hal ini maka materi tes yang
diberikan dapat mencakup lebih luas bahan pelajaran yang disampaikan.
2. Reliabilitas
skor yang diberikan terhadap pekerjaan siswa dapat lebih terjamin.
3. Jawaban-jawaban
tes obyektif dapat dikoreksi dengan mudah dan cepat.
Di
samping beberapa kebaikan atau kelebihan tes obyekif sebagaimanadikemukakan di
atas, ada juga segi-segi kelemahannya, antara lain:
1. Kemungkinan
siswa untuk menerka jawaban akan lebih besar
2. Karena
jumlah item pada tes obyektif pada umumnya lebih banyak, maka diperlukan biaya
yang lebih besar.
2. Tes Essay
Tes
essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan yang menghendaki
jawaban berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk petanyaan yang
mengharuskan siswa untuk menjelaskan, membandingkan, menginterpretasikan atau
mencari perbedaan. Semua bentuk pertanyaan mengharuskan siswa untuk mampu
menunjukkan pengertian atau pemahaman mereka terhadap materi yang dipelajari
(Nurkancana dan Sumartana, 1986: 42).
Sebagaimana
bentuk tes obyektif, tes bentuk essay juga memiliki kebaikan dan kelemahan.
Kebaikannya antara lain:
-
Tes essay sangat tepat dipergunakan untuk menilai atau mengukur hasil dari suatu
proses belajar yang kompleks, yang sukar diukur dengan menggunakan tes obyektif.
-
Tes essay memberi peluang yang besar kepada siswa untuk menyusun jawaban sesuai
dengan jalan pikirannya sendiri. Keadaan ini sangat penting untuk melatih siswa
agar terbiasa mengemukakan jalan pikirannya secara terarah dan sistematis.
Sedangkan
beberapa kelemahan tes essay adalah:
-
Pemberian skor terhadap jawaban tes essay kurang reliabel terutama disebabkan karena
tidak hanya satu jawaban yang biasa diterima. Di samping itu juga disebabkan
tingkat kebenaran jawaban tersebut sangat bervariasi.
-
Tes essay menghendaki jawaban-jawaban yang relatif panjang. Karena itu dibutuhkan
waktu yang lebih lama pula untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan,
sehingga dalam satu periode tes hanya dapat diberikan beberapa item tes saja.
-
Materi yang diberikan di dalam tes tidak dapat mencakup secara luas materi pelajaran
yang telah disampaikan, sehingga sangat dimungkinkan hasil yang dicapai
bersifat kebetulan, karena pertanyaan yang diberikan secara kebetulan sesuai
dengan bagian materi yang dipelajarinya.
-
Mengoreksi tes essay memerlukan waktu yang cukup lama, serta menghabiskan energi
yang cukup banyak terlebih lagi bilamana peserta tes jumlahnya cukup besar,
karena setiap jawaban harus dibaca satu persatu secara teliti.
Untuk
mengurangi beberapa kelemahan pada tes essay di atas, perludiperhatikan
beberapa saran berikut:
a. Materi
pelajaran yang akan diukur melalui tes essay perlu diperiksa terlebih dahulu.
Bagian yang akan diukur melalui tes essay hendaknya hanya bagianbagian yang
kurang cocok jika diukur dengan tes obyekif.
b. Item-item
tes essay hendaknya dibuat dengan jelas sehingga tidak menimbulkan
keragu-raguan siswa.
Pentingnya
pemahaman tentang tes sebagai salah satu teknik pengumpulan data digambarkan
dalam contoh pengambilan data dengan Skala Inteligensi Stanford- Binet
sebagaimana dipaparkan (Arikunto, 1998), kasus di mana ada enam orang wanita
dan enam orang pria melaksanakan tes Stanford Binet terhadap sampel anakanak
usia 4 tahun. Hasil tes menunjukkan anak-anak yang dites oleh wanita mencapai
IQ yang lebih tinggi (89,61) dibandingkan dengan anak-anak yang dites oleh pria
(83,16), suatu perbedaan yang cukup signifikan. Contoh tersebut
mengilustrasikan kepada kita bahwa hasil pengetesan tidak secara murni dapat
menggambarkan IQ, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh tester. Karena itu dalam
pelaksanaan tes seperti itu menurut Arikunto (1998), perlu diadakan latihan
bagi tester agar dapat mengurangi pengaruh yang tidak diinginkan yang dapat
merugikan orang-orang yang mengikuti tes tersebut. Untuk meningkatkan
obyektivitas hasil tes ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
a.
Memberi kesempatan berlatih kepada tester (orang yang melaksanakan tes).
b.
Menggunakan tester lebih dari satu orang, kemudian hasilnya dibandingkan.
c.
Melengkapi instrumen tes dengan manual atau pedoman pelaksanaan selengkap dan
sejelas mungkin.
d.
Menciptakan situasi tes sedemikian rupa sehingga membantu tester (orang yang
mengerjakan tes) tidak mudah terganggu oleh lingkungan.
e.
Memilih situasi tes sebaik-baiknya, misalnya bukan malam Minggu, bukan dalam
keadaan udara yang sangat panas, bukan sehabis liburan panjang, menjelang
ujian, dan sebagainya.
f.
Perlu menciptakan kerjasama yang baik dan rasa saling percaya antara tester
yang satu dengan tester lainnya.
g.
Menentukan waktu untuk mengerjakan tes secara tepat, baik ketepatan pelaksanaan
maupun lamanya.
h.
Memperoleh izin dari atasan jika tes tersebut dilaksanakan di sekolah atau di
kantor-kantor.
C.
Pengamatan atau Observasi
Dalam
pembahasan-pembahasan sebelumnya sudah ditekankan bahwa pelaksanaan tindakan di
dalam PTK secara bersamaan juga dilakukan observasi dan pinterpretasi, sehingga
dapat dikatakan pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung
secara simultan. Artinya, data yang diamati tersebut langsung
diinterpretasikan, tidak sekedar direkam. Misalnya, jika seorang siswa berhasil
mengerjakan sesuatu dengan baik, kemudian guru memberi pujian kepada siswa
tersebut, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan tetapi juga
dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Dampak ini dapat diinterpretasikan
dari sikap dan partisipasi siswa dalam pembelajaran setelah mendapat pujian.
Dengan cara ini, guru sebagai aktor utama dapat melakukan
penyesuaian-penyesuaian, sehingga komitmennya sebagai pengajar tidak terganggu
oleh metode penelitian yang sedang diterapkan. Misalnya, jika ternyata pujian
yang diberikan membuat siswa menjadi bahan ejekan, guru akan mengubah cara
memberi penguatan. Namun, perlu dicatat, tidak semua data memerlukan
interpretasi. Ada hasil pengamatan yang hanya merupakan rekaman faktual tanpa
memerlukan interpretasi, sehingga pengamat cukup hanya merekam apa yang dilihat
tanpa perlu memberi makna kepada hasil rekaman. Misalnya, sebagaimana yang
dirujuk oleh Joni (1998), pengamatan ala Flanders yang hanya merekam data dalam
tiga kategori yaitu: pembicaraan guru, pembicaraan siswa, dan sepi (tanpa
pembicaraan), tidak memerlukan interpretasi pada saat rekaman dilakukan. Inilah
yang dinamakan “lowinferenceobservation”, sedangkan pengamatan yang
mempersyaratkan interpretasi atau penafsiran ketika merekam data disebut
sebagai “high-inference observation”.
Pelaksanaan
observasi sebagai alat pengumpulan data memerlukan persiapan. Salah satu
komponen yang perlu diperhatikan didalam persiapan pelaksanaan observasi adalah
cara perekaman data. Artinya, apa yang harus direkam dan bagaimana merekamnya
melalui observasi tersebut harus ditentukan secara jelas. Misalnya pada PTK
yang dilaksanakan guru, data yang dikumpulkan adalah berkenaan dengan
partisipasi siswa di dalam kegiatan diskusi kelompok, maka terlebih dahulu guru
menentukan cara merekam data, apakah akan menggunakan format observasi atau
menggunakan catatan lapangan. Sesuai dengan hakekat PTK dan mengacu kepada
peran guru sebagai aktor utama dalam PTK, idealnya observasi tersebut dilakukan
oleh guru sendiri. Namun, jika observasi atau perekaman data tersebut terlalu
menyita waktu guru dan mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu,
maka guru dapat menggunakan bantuan alat perekam atau meminta teman sejawat
untuk membantu mengumpulkan data melalui observasi.
Agar
teknik observasi ini dapat Anda pahami dengan baik serta dapat Anda pergunakan
sesuai dengan prosedur yang benar, berikut ini mari kita bahas bersama beberapa
aspek yang berkaitan dengan observasi, mulai dari prinsip dan jenisjenisnya, tujuannya,
serta prosedur pelaksanaannya.
1. Prinsip dan Jenis
Observasi
Secara
sederhana, observasi dapat diartikan sebagai prosedur sistematis danbaku untuk
memperoleh data (Kerlinger, 1993). Dalam pembahasan Cartwright and Cartwright
(1998: 3), observasi merupakan proses pengamatan secara sistematis dengan
melakukan perekaman terhadap perilaku tertentu untuk tujuan pembuatan keputusan-keputusan
pengajaran. Terkait dengan proses pembelajaran dan pelaksanaan observasi, ada
beberapa hal yang perlu dilakukan guru:
1. Guru
harus memutuskan apa yang akan diajarkan serta apa yang harus siswa lakukan
didalam pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Guru
harus memutuskan bagaimana konsekuensi tujuan pembelajaran dan prosedur
pembelajaran.
3. Guru
harus memutuskan bagaimana prosedur atau metode melaksanakan pembelajaran.
4. Guru
perlu memutuskan bahan yang dipergunakan dan bagaimana menyajikannya kepada
siswa.
5. Guru
harus menentukan bagaimana menata atau mengontrol situasi pembelajaran di
kelas.
6. Guru
harus memutuskan cara mengorganisasikan waktu yang tersedia di dalam kegiatan
pembelajaran.
7. Guru
harus memutuskan cara mengelompokkan siswa di dalam proses pembelajaran.
8. Guru
harus memutuskan cara menciptakan lingkungan kelas dengan baik.
9. Guru
harus menentukan kapan dan bilamana diperlukan resourcher person untuk
mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran.
Observasi
yang baik mempunyai prinsip dasar atau karakteristik yang harusdiperhatikan,
baik oleh pengamat maupun yang diamati. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima
prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yang secara singkat dapat
dideskripsikan seperti berikut ini.
a.
Perencanaan Bersama
Meskipun
di dalam PTK sagat disarankan agar guru dapat melakukan sendiri pengumpulan
data, namun tidak tertutup kemungkinan guru tersebut membutuhkan bantuan orang
lain bilamana hal itu memang benar-benar diperlukan. Perencanaan bersama adalah
upaya membangun kesepakatan bersama antara guru yang melaksanakan tindakan
dengan pengamat yang membantu proses pengamatan selama kegiatan pembelajaran
dilakukan. Perencanaan bersama ini dilakukan terutama jika guru yang
melaksanakan PTKmembutuhkan bantuan orang lain, misalnya
rekan-rekan sejawat yang akan membantu mengamati proses pembelajaran yang
dilakukannya. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling
percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, pelajaran
yang akan berlangsung, serta aturan lain seperti berapa lama pengamatan akan
berlangsung, bagaimana sikap pengamat kepada siswa, dan dimana pengamat akan
duduk.
b.
Fokus
Fokus
pengamatan merupakan aspek-aspek pokok yang menjadi sasaran utama pengamatan.
Fokus pengamatan mungkin sangat luas atau umum, tetapi dapat pula sangat khusus
atau spesifik. Fokus yang luas membutuhkan pertimbangan dan penafsiran yang
lebih mendalam serta subyektivitas akan sulit dihindari. Di dalam menentukan
aspek yang diamati, hal yang harus diingat peneliti adalah, semakin banyak
objek yang diamati, akan semakin sulit, dan hasilnya akan semakin tidak teliti
(Arikunto, 1998: 135). Karenanya diupayakan agar focus tidak terlalu luas,
karena fokus yang terlalu luas disamping sulit diamati, juga kurang bermanfaat
bagi guru yang diamati. Sebaliknya, fokus yang sempit atau spesifik akan
menghasilkan data yang sangat bermanfaat sebagai data dan informasi bagi guru
yang melaksanakan PTK.
c.
Membangun Kriteria
Kriteria
observasi adalah patokan yang ditetapkan untuk melihat tingkat keberhasilan
observasi. Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan atau
sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya. Dengan kriteria seperti
ini, pengamat dapat merekam data yang relevan secara cermat sesuai dengan
aspek-aspek yang dikaji. Karena itu kesepakatan bersama tentang kriteria yang
menjadi patokan ini merupakan bagian penting untuk mendukung terkumpulnya data
yang diinginkan bersama antara pengamat dan guru yang melaksanakan PTK.
d.
Keterampilan Observasi
Seorang
pengamat yang baik memiliki tiga keterampilan, yaitu: (1) dapat menahan diri untuk
tidak terlalu cepat memutuskan dalam menginterpretasikan suatu peristiwa; (2)
dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya
suasana yang dapat mengganggu iklim kelas, dan (3) menguasai berbagai teknik
untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta alat /
instrumen perekam yang efektif untuk episodetertentu. Cartwright dan Cartwright
(1998: 46) mengemukakan beberapapertanyaan yang mengarahkan pada jenis
keterampilan yang dibutuhkan untukmencapai tujuan observasi yang dilakukan,
yaitu:
1. Siapa
yang merancang observasi.
2. Siapa
atau apa yang akan diamati. Pertanyaan ini berkenaan denganpemahaman terhadap
sasaran observasi, misalnya perilaku siswa, perilakuguru dalam mengajar,
cara-cara menggunakan alat bantu pembelajaran, danseterusnya.
3. Dimana
observasi dilakukan. Hal ini berkaitan dengan keharusan untukmemahami kondisi
atau lingkungan tempat pelaksanaan kegiatan yang ingindiobservasi.
4. Kapan
waktu pelaksanaan observasi. Hal ini mengingatkan akan pentingnyakesesuaian
waktu pelaksanaan dengan waktu pengamatan serta pemahamantentang tahap-tahap
kegiatan yang akan diamati.
5. Bagaimana
data dari kegiatan observasi itu akan direkam. Pertanyaan iniberkenaan dengan
keharusan pengamat untuk terampil memilih danmenggunakan cara pengumpulan atau
perekaman data.
e.
Balikan (Feedback)
Observasi
yang dilakukan langsung oleh guru sendiri yang melaksanakan PTK,mungkin balikan
ini dapat segera dilakukan guru setelah melaksanakan tindakanatau proses
pembelajaran. Sedangkan untuk kegiatan observasi yang dilakukanoleh pengamat,
bukan langsung oleh guru sendiri yang melaksanakan PTK,balikan hasil observasi
dapat dimanfaatkan jika ada balikan yang tepat yangdisajikan dengan
memperhatikan secara cermat setiap langkah yang dilakukan.
Perlu
juga dipahami, bahwa observasi dilihat dari pelaksanaannya dapatdipahami dalam
beberapa bentuk. Wardani (2004) mengemukakan beberapabentuk observasi sebagai
berikut.
1. Observasi Terbuka
Ciri
yang dapat dilihat dari bentuk observasi terbuka adalah dimana pengamattidak
menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan teknik-teknik
tertentu untuk merekam fenomena-fenomena yang diselidiki. Jikaada seseorang
yang melakukan pengamatan terhadap aktivitas Anda ketikamengajar di kelas, Anda
dapat perhatikan. apakah pengamat tersebutmenggunakan lembar observasi atau
tidak dalam proses pencatatan yangdilakukannya. Jika tidak, maka pengamatan
yang dilakukan terhadap Anda dapat dikategorikan sebagai observasi terbuka.
Pengamat mengamati aktivitasdan kelas Anda kemudian membuat catatan pada kertas
kosong tentang jalanpelajaran yang berlangsung.
2. Observasi Terfokus
Berbeda
halnya dengan observasi terbuka, observasi terfokus secara khususditujukan
untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.Misalnya, mengamati
kemampuan siswa bekerjasama dalam kegiatan diskusi,kemampuan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, kemampuan melakukangerakan-gerakan tertentu dalam
latihan tari. Fokus yang telah ditetapkandalam kegiatan observasi menjadi petunjuk
atau memberikan arah untukmengumpulkan data yang dibutuhkan.
3. Observasi
Terstruktur
Berbeda
dengan observasi terbuka hanya menggunakan kertas kosongsebagai alat perekam
data, observasi terstruktur menggunakan instrument observasi yang terstruktur dan
siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggalmembubuhkan tanda (v) pada tempat
yang disediakan. Misalnya, yangdirekam adalah frekuensi penguatan yang
diberikan, atau jumlah pertanyaanyang diajukan, atau jumlah siswa yang menjawab
secara sukarela, ataujumlah siswa yang mengajukan pertanyaan. Pengamat hanya
tinggal memberitanda (v) setiap kali peristiwa itu muncul.
4. Observasi Sistematik
Observasi
sistematik lebih rinci dari observasi terstruktur dalam kategori datayang
diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikanmenjadi
penguatan verbal dan nonverbal. Contoh lain yang sudah dikenalamat luas adalah
kategori pengamatan dari Flanders yang membagi datapengamatan menjadi tiga
kategori, yaitu pembicaraan guru, pembicaraansiswa, dan sepi atau senyap.
Jenis
observasi juga dapat dilihat dari intensitas peran observer didalampelaksanaan
observasi. McMillan & Schumecher (2000: 41), mengemukakan ketikaguru
melakukan pengumpulan data dan mendokumentasikan temuan-temuanpenelitiannya
secara sungguh-sungguh, kemudian ia menjelaskan dan menyimpulkan maka ia telah
melakukan observasi partisipan.
Masing-masing
jenis observasi tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan.Anda dapat
mengkajinya secara cermat. Kerlinger (1986) mengingatkan bahwa masalah pokok
dalam pengamatan perilaku adalah si pengamat sendiri karena iamerupakan bagian
dari instrumen pengukur. Dalam pengamatan perilaku, pengamatmerupakan kekuatan
penentu akan tetapi juga merupakan kelemahan penentu.Karena itu pengamat harus
dapat mencerna informasi yang didapatkan dari observasikemudian membuat
inferensi mengenai konstruk-konstruk. Coba Anda diskusikankembali bentuk-bentuk
observasi di atas, kemudian kaji dari sudut kemampuan Anda dan kondisi sekolah
tempat Anda mengajar untuk menemukan jenis observasi mana saja yang mungkin
Anda pergunakan.
2. Tujuan / Sasaran
Observasi
Milss
(2000), menjelaskan bahwa observasi bertujuan mengamati aktivitassiswa,
aspek-aspek fisik dari suatu situasi tertentu sebagai sumber informasi
yangdapat memperkaya informasi-informasi yang lain. Observasi juga bertujuan
untukmengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab masalah tertentu.
Dalampenelitian formal, observasi bertujuan mengumpulkan data yang valid dan variable
(sahih dan handal). Data ini kemudian akan diolah untuk menjawab
berbagaipertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Dalam PTK, observasi
terutamaditujukan untuk memantau proses dan dampak perbaikan yang direncanakan.
Olehkarena itu, yang menjadi sasaran observasi dalam PTK adalah proses dan
hasil ataudampak pembelajaran yang direncanakan sebagai tindakan perbaikan.
Proses dandampak yang teramati diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk
menatakembali langkah-langkah perbaikan.
3. Prosedur Observasi
Pada
dasarnya, prosedur atau langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap, yaitu:
pertemuan pendahuluan, observasi, dan diskusi balikan. Ketiga tahap ini sering disebut
sebagai siklus pengamatan, yang populer dipakai dalam supervisi klinis, baik dalam
pembimbing calon guru maupun dalam memberikan bantuan profesional bagi guru
yang sudah bertugas. Siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut. Mari kita kaji
langkah-langkah tersebut satu persatu.
a. Pertemuan
Pendahuluan
Pertemuan
pendahuluan yang sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum
observasi berlangsung. Tujuan pertemuan ini adalah untuk menyepakati berbagai
hal yang berkaitan dengan pelajaran yang akan diamati dan observasi yang akan
dilakukan, sebagaimana yang telah Anda kaji pada prinsip pertama observasi.
Langkah-langkah dan konteks pembelajaran, focus observasi, kriteria observasi,
lama pengamatan, cara pengamatan, dan sebagainya dapat disepakati pada
pertemuan pendahuluan ini. Fokus observasi misalnya siswa yang memberi respon
secara sukarela, siswa yang mendapat penguatan, atau jenis pertanyaan yang
diajukan oleh guru, sedangkan contoh kriteria observasi adalah: peningkatan
sumber belajar yang dipakai siswa, peningkatan jumlah pertanyaan yang diajukan
siswa, peningkatan rasa puas pada diri siswa, dan peningkatan jumlah siswa yang
menjawab dengan benar.
b. Pelaksanaan
Observasi
Sesuai
dengan kesepakatan pada pertemuan pendahuluan, observasi dilakukan terhadap
proses dan hasil tindakan perbaikan, yang tentu saja terfokus pada prilaku
mengajar guru, perilaku belajar siswa, dan interaksi antara guru dansiswa.
Pengamat merekam/menginterpretasikan data sesuai dengan kesepakatandan berusaha
menciptakan suasana yang mendukung berlangsungnya proses perbaikan.
c. Diskusi Balikan
Sesuai
dengan prinsip pemberian balikan, pertemuan balikan dilakukan segera setelah
tindakan perbaikan yang diamati berakhir. Makin cepat pertemuan ini dilakukan
makin baik, dan sebaiknya diusahakan agar pertemuan ini tidak ditunda lebih
dari 24 jam. Dalam pertemuan ini, guru dan pengamat berbagi informasi yang
dikumpulkan selama pengamatan, mendiskusikan menginterpretasikan informasi
tersebut, serta mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.
D. Wawancara
Untuk
memperoleh data yang diperlukan atau data pendukung PTK, selainmenggunakan
observasi guru juga dapat melakukan wawancara, baik kepada siswa, rekan-rekan
guru, staf sekolah lain atau mungkin kepada orang tua siswa. Secara sederhana,
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 1991).
Wawancara
mungkin merupakan alat yang paling purba dan paling sering digunakan manusia
untuk memperoleh informasi (Kerlinger, 1993). Wawancara memiliki sifat-sifat
penting yang tidak dipunyai oleh tes-tes pada skala obyektif dan pengamatan behavioral.
Apabila digunakan dengan menggunakan rencana yang tersusun baik, maka wawancara
dapat menghasilkan banyak informasi yang bersifat fleksibel dan dapat
diadaptasi untuk situasi-situasi individual, serta seringkali dipergunakan
bilamana tidak ada metode lain yang dimungkinkan atau memadai.
Wawancara
dapat dipergunakan untuk tiga maksud utama. Pertama,wawancara dapat
dipergunakan sebagai alat eksplorasi untuk identifikasi varibel danrelasi,
mengajukan hipotesis, dan memandu tahap-tahap lain di dalam penelitian.Kedua,
wawancara dapat menjadi instrumen utama penelitian. Dalam hal
inipertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengukur aspek-aspek yang
ditelitidimasukkan ke dalam panduan wawancara dalam keadaan ini,
pertanyaan-pertanyaan
harus dipandang sebagai
butir-butir (item soal) dalam suatu instrumen penelitian, bukan sekedar sebagai
sarana menghimpun informasi belaka. Ketiga, wawancara itudapat digunakan
sebagai penopang atau pelengkap metode lain. Dalam keadaan ini wawancara dapat
berfungsi untuk menggali lebih mendalam motivasi responden serta alasan-alasan
responden memberikan jawaban dengan cara-cara tertentu.
Di
dalam penelitian kualitatif, wawancara (interview) oleh banyakkepustakaan
dikemukakan di dalam berbagai terminologi, misalnya disebut intensiveinterviewing,
indepth interviewing, ataupun instructured interviewing, yang
berarti suatu percakapan yang terarah dengan tujuan mengumpulkan atau
memperkaya informasi atau bahan-bahan (data) yang mendetil (kaya atau padat),
yang hasil akhirnya untuk digunakan untuk analisis kualitatif (Mantja, 1993;
McMillan &Schumacher, 2001). Perbedaan dengan wawancara terstruktur yang
bertujuan untuk memperoleh pilihan di antara berbagai alternatif jawaban
terhadap pertanyaan yang ditampilkan dari sebuah topik atau situasi, adalah bahwa
wawancara mendalam, mendetil atau intensif berupaya menemukan pengalaman-pengalaman
informan atau responden dari topik tertentu atau situasi spesifik yang dikaji.
Dalam pandangan Lofland and Lofland (1983), bahwa bagian terbesar dari data
observasi peran serta pada dasarnya diperoleh melalui wawancara informal dan
yang disempurnakan melalui observasi. Karena itu pengamatan peran serta dan
wawancara mendalam merupakan teknik sentral dalam penelitian kualitatif. Oleh
karena itu keduanya harus dipandang dari penekanan penggunaannya dengan
memperhatikan saling keterkaitannya.
1. Bentuk-bentuk
Wawancara
Ada
beberapa bentuk wawancara yang sering dipergunakan di dalampengumpulan data
penelitian. Patton (1987) mengemukakan beberapa bentuk wawancara, yaitu; (a)
wawancara pembicaraan formal, (b) pendekatan dengan menggunakan petunjuk umum
wawancara, dan (c) wawancara baku terbuka.
a. Wawancara
pembicaraan informal
Ciri
khusus dari wawancara jenis ini adalah dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
bergantung pada pewawancara itu sendiri, atau tergantung dari spontanitasnya
didalam mengajukan pertanyaan. Wawancara ini dilakukan secara alami, sehingga
hubungan antara pewawancara dan yang diwawancarai terjadididalam suasana yang
wajar atau tidak dirancang atau dipersiapkan secara khsusus. Dalam proses
wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang disampaikan
sebagaimana layaknya pembicaraan biasa yang dilakukan dalam pembicaraan
sehari-hari. Bahkan mungkin ketika wawancara dilakukan orang yang diwawancarai
tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa dirinya sedang diwawancarai.
Meskipun situasi berlangsung secara wajar dan alami, namun pewawancara tetap
melakukan aktivitas pokok sebagai pewawacara yaitu melakukan pencatatan atau
perekaman data. Karena itu diperlukan keterampilan yang memadai dan spesifik
baik di dalam mengajukan item-item pertanyaan maupun didalam menciptakan
situasi yang wajar dan alami tersebut.
b. Pendekatan dengan
menggunakan petunjuk umum wawancara
Jika
wawancara pembicaraan informal tidak memerlukan panduan khusus dan spesifik
tentang aspek-aspek yang ingin diwawancarai, berbeda dengan teknik pewawancara
yang kedua ini justeru mempersyaratkan agar pewawancara membuat kerangka dan
garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan
pokok-pokok wawancara harus dipersiapkan terlebih dahulu oleh pewawancara
sebelum wawancara dilakukan. Petunjuk umumwawancara tidak harus selalu dibuat
secara rinci, akan tetapi cukup memuat garis-garis besar aspek yang ingin ditanyakan.
Petunjuk yang didasarkan pada anggapan bahwa ada jawaban yang secara umum akan
sama diberikan oleh para responden, tetapi yang jelas tidak ada perangkat
pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dahulu. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan
pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden. Karena itu urutan-urutan
pertanyaan tidak bersifat kaku, termasuk bagian-bagian mana yang terlebih
dahulu ditanyakan atau diletakkan pada akhir.
c. Wawancara baku
terbuka
Wawancara
baku terbuka adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku
(Moleong, 1991: 136). Pada jenis wawancara ini, urutan pertanyaan, kata-kata
yang dipergunakan didalam daftar pertanyaan, urutan penyajian disusun sama
untuk semua responden yang diwawancarai. Tidak seperti bentuk pertama, kedua
dan ketiga sebelumnya, pada bentuk ini,pewawancara tidak terlalu memiliki
keluwesan mengadakan pertanyaanpertanyaan pendalaman. Maksud dari adanya
pembatasan-pembatasan di dalam wawancara ini adalah untuk mengurangi terjadinya
“kemencengan” (biasa). Jenis wawancara ini tepat dilakukan apabila pewawancara
terdiri dari sejumlah orang dan yang diwawancarai cukup banyak jumlahnya,
sehingga hasil-hasil atau data yang diperoleh tidak terlalu banyak perbedaan.
Khusus
mengenai pedoman wawancara (Arikunto, 1998: 231) memaparkandua macam pedoman
wawancara.
a.
Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat
garis besar yang akan ditanyakan. Dalam keadaan ini sangat diperlukan
kreativitas atau apresiasi pewawancara, bahkan hasil wawancara dengan jenis
pedoman wawancara lebih banyak tergantung pada pewawancara. Itulah sebabnya
Kerlinger (1993), mengingatkan bahwa satu di antara kesulitan dalam wawancara
adalah pewawancaranya, karena dia merupakan bagian dari instrumen pengukur. Wawancara
tak terstruktur tepat dilakukan pada keadaan-keadan berikut:
-
Bila pewawancara berhubungan dengan orang-orang penting.
-
Jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi kepada
seorang subyek tertentu.
-
Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat “penemuan”
(discovery).
-
Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian-bagian tertentu yang tidak umum.
-
Jika ia tertarik untuk mengadakan hubungan langsung dengan responden.
-
Apabila ia tertarik untuk mengungkapkan motivasi, maksud, atau penjelasan dari
responden.
-
Apabila ia mau mencoba mengungkapkan pengertian suatu peristiwa,
situasi,
atau keadaan tertentu.
b.
Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara
rinci sehingga peluang untuk mengadakan variasi atau improvisasi dalam
pelaksanaan wawancara menjadi sangat terbatas.Panduan wawancara yang paling
banyak dipergunakan menurut Arikunto(1998) adalah panduan wawancara “semi
structured”. Dalam hal ini mulamula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan
yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam untuk menggali
keterangan-keterangan lebih lanjut.
Ketika melaksanakan wawacara, boleh mengembangkan
berbagaibentuk pertanyaan yang dapat mengungkapkan informasi atau data yang butuhkan.
Ada beberapa jenis pertanyaan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
pertanyaan yang lazim dipergunakan dalam wawancara.
a.
Pertanyaan deskriptif (descriptive question), yaitu bentuk pertanyaan di
mana pewawacara meminta responden untuk mendeskripsikan sesuatu. Misalnya, “Dapatkah
Anda menceriterakan pertemuan yang baru Anda ikuti!”
b.
Pertanyaan structural (structural question), adalah pertanyaan yang
diarahkan untuk membantu peneliti bagaimana informan mengorganisasikan pengetahuannya.
Misalnya: “Cara apa saja yang Anda gunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran?”. Atau, “Dapatkah Anda menjelaskan langkahlangkah yang ditempuh di
dalam penerapan metode diskusi kelompok kecil?”
c.
Pertanyaan pembeda atau mempertentangkan (contras question), adalah pertanyaan
yang bertujuan untuk mengetahui makna sesuatu yang dikemukakan oleh informan
terhadap berbagai terminologi di dalam bahasa penutur. Pertanyaan jenis ini
menghendaki informan membedakan obyek dan peristiwa menurut pengalaman mereka,
sehingga peneliti memperoleh wawasan dimensi makna yang digunakan informan
untuk membedakannya. Pertanyaan ini misalnya: “Apakah perbedaan belajar anak cacat,
anak normal dan anak luar biasa?” Contoh lain: “Apa perbedaan guru yang
melaksanakan PTK dengan guru yang tidak melaksanakan PTK dilihat dari persiapan
mengajar yang disusunnya?”
d.
Pertanyaan bergiliran (asymetrical turn talking), di mana informan dan pewawacara
bergiliran didalam berbicara. Dalam bentuk ini pertama pewawancara menguraikan
semua pertanyaannya terlebih dahulu, kemudian informan menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut atau mengungkapkan sebagian besar
pengalaman-pengalamannya.
e.
Perluasan daripada penyingkatan (expansion rather than abbreviation), di
manapeneliti mendorong informan untuk memperluas (memperjelas) apa yang dikemukakannya
untuk menghindari kurang rincinya topik yang diperoleh. Dalam proses wawancara
ini peneliti sering mengingatkan informan agar tidak dilakukan secara singkat
dan terburu-buru untuk mempercepat waktu penelitian.
f.
Mengajukan pertanyaan bersahabat (asking friendly question). Selama
proses wawancara antara peneliti dan informan berlangsung,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan didalam wawancara selalu diarahkan dalam
rangka membangun hubungan yang akrab, saling menghargai dan penuh kehangatan (rapport),
sehingga informan tidak lekas merasa jenuh apalagi merasa terbebani dengan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peneliti.
g.
Berhenti sejenak (pausing). Dalam kenyataan di lapangan seringkali
peneliti merasa khawatir bilamana aspek-aspek yang telah dirancang untuk
ditanyakan tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terbatasnya waktu yang
tersedia. Akhirnya tanpa disadari peneliti terus mengejar informan dengan
pertanyaanpertanyaan sehingga suasana wawancara menjadi kurang kondusif.
Sebaiknya pewawancara harus berhenti beberapa saat agar suasana keakraban dan rapportyang
telah terbina terpelihara dengan baik.
2.
Melaksanakan Wawancara
Di
dalam pengumpulan data melalui wawancara, ada dua kegiatan yang sangat mendasar
dan saling terkait, yaitu mengembangkan hubungan baik (rapport) dan mengejar
perolehan informasi. Keduanya penting dan menuntut perhatian khusus peneliti.
Dalam pengumpulan data, jangan sampai terjadi kegiatan yang satu mengorbankan
kegiatan aspek lain. Misalnya, karena peneliti khawatir data yang akan
dikumpulkan tidak lengkap, maka ia mengabaikan aspek-aspek yang berkenaan dengan
pembinaan hubungan yang baik dengan informan dengan maksud agar waktu yang
dipergunakan wawancara dapat dipergunakan secara efektif. Sebaliknya juga tidak
boleh terjadi, lantaran sangat menaruh perhatian didalam pembinaan hubunganyang
harmonis dengan informan, data yang dikumpulkan menjadi sangat sedikit dan tidak
lengkap, karena waktu yang tersedia lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang
diarahkan untuk menciptakan hubungan baik tersebut. Oleh sebab itu secara garis
besarnya ada tiga kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan wawancara, yaitu:
(1) memulai wawancara, (2) mengajukan pertanyaan pokok sekaligus perekaman
data, dan (3) mengakhiri wawancara.
a. Memulai wawancara
Jika
Anda akan melakukan wawancara, sebaiknya terlebih dahulu Andameluangkan waktu
sejenak untuk mengkaji kembali pedoman atau panduan wawancara yang telah
dipersiapkan. Kegiatan ini bertujuan agar ketika wawancara telah mulai Anda
laksanakan, Anda dapat menanyakan butir-butir pertanyaan dengan lancar tanpa
kelancaran wawancara yang Anda lakukan. Bahkan jika panduan wawacara sudah Anda
persiapkan dengan baik dan Anda telah memahami garis-garis besar pertanyaan
dengan baik, Anda tidak harus membaca kembali panduan tersebut ketika mengajuan
pertanyaan sehingga suasana wawancara akan terasa lebih rileks. Hal lain yang
perlu Anda perhatikan kembali adalah kesiapan alat-alat yang akandipergunakan
didalam mendukung kelancaran wawancara, seperti buku catatan, alatalat tulis,
alat perekam data lainnya jika hal itu diperlukan. Kesiapan seperti ini nampaknya
sederhana, akan tetapi akan sangat mengganggu bilamana peralatan tersebut tidak
tersedia, sementara Anda membutuhkannya ketika wawancara telahberlangsung.
Ketika
mengawali wawancara, hal penting yang Anda lakukan adalahmembina hubungan baik,
saling menghargai dan saling percaya, sebagaimana sekilas telah kita bahas
sebelumnya. Rapport tidak harus diartikan sebagai hubungan yang sangat
rapat. Baik peneliti maupun informan adalah partisipan penelitian yang harus memiliki
rasa saling percaya yang besar agar terjadi arus informasi yang lebih lancer dalam
proses pengumpulan data. Pada tahap awal wawancara ini Anda dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mendorong terciptanya keakraban, keterbukaan dan
suasana yang tidak formal. Jika hal ini telah Anda lakukan, kemudian Anda
melihat bahwa suasana telah mendukung untuk dimulainyawawancara, Anda dapat
memulainya dari pertanyaan-pertanyaan yang sederhana.
b. Mengajukan
pertanyaan
Mungkin
di antara Anda ada yang pernah terlibat didalam melakukanwawancara. Pengalaman
Anda didalam membina hubungan baik dengan informan, cara-cara Anda mengajukan
pertanyaan dan sikap Anda didalam mendengar dan memberikan respon kembali
terhadap jawaban informan menjadi hal sangat berarti untuk mendukung kelancaran
wawancara. Dalam kaitan dengan butir pertanyaan yang diajukan, Kerlinger
(1993):
a. Apakah pertanyaan
yang akan Anda ajukan berkaitan dengan masalah penelitian
dan sasaran-sasaran
penelitian? Selain pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan diarahkan untuk memperoleh informasi faktual, semua butir di dalam
panduan wawancara Anda harus mempunyai fungsi tertentu dalam masalah
penelitiannya. Hal ini juga berarti bahwa semua butir pertanyaan yang terdapat
di dalam panduan wawancara Anda adalah untuk menggali informasi yang dapat dipergunakan
untuk menjawab masalah penelitian dan atau menguji hipotesis.
b.Tepatkah tipe pertanyaan yang akan Anda ajukan? Jika
Anda menggunakan bentuk-bentuk pertanyaan terbuka, mungkin Anda akan
mendapatkan informasi tentang sikap, perilaku, atau tentang pandangan informan
Anda tentang sesuatu secara lebih rinci. Sebaliknya informasi-informasi lain
mungkin dapat diperoleh dengan lebih cepat dan efisien bila Anda menggunakan
pertanyaan-pertanyaan tertutup. Sebagai contoh, bilamana informan Anda minta
untuk mengungkapkan atau pilihan sesuatu yang lebih disukai di antara dua
alternatif atau lebih, sedangkan alternatif itu dapat diungkapkan secara lugas,
maka bentuk pertanyaan-pertanyaan terbuka cenderung tidak tepat bahkan mungkin
dinilai terlalu boros.
c. Apakah
butir pertanyaan jelas dan tidak mengundang penafsiran ganda? Suatu
pertanyaan atau butir pertanyaan yang ambigu atau ganda adalah butir pertanyaan
yang tidak mengundang penafsiran yang berlainan serta jawaban yang berbedabeda dari
penafsiran yang majemuk tersebut. Ada beberapa kaidah didalammenyusun
pertanyaan untuk menghindari ambiguitas. Pertama, kita harus menghindari
pertanyaan yang memuat lebih dari satu gagasan yang dapat direaksi oleh
responden. Pertanyaan seperti; “Apakah Anda yakin bahwa tujuan pembelajaran
yang Anda rumuskan sudah cukup baik jika dikaji dari dimensi peserta didik dan
dikaji dari tujuan institusional sekolah Anda?” Contoh tersebut adalah
ambigius, karena informan ditanya sekaligus tentang tujuan pembelajaran dan
tujuan institusional sekaligus dalam satu pertanyaan. Kedua, hindari
katakata atau ungkapan yang ambigu, misalnya “Bagaimana pendapat dan saran Anda
tentang butir-butir soal tes ini?” Atau “Bagaimana pandangan Anda tentang disiplin
siswa jika dikaji dari peran Anda sebagai guru dan sebagai orang tua?” Perlu
juga diperhatikan bahwa mungkin pada saat tertentu kata-kata ambigu diperlukan
bilamana Anda sengaja bermaksud memancing kerangka pikir yang berbeda dari para
informan.
d. Apakah butir
pertanyaan yang Anda rumuskan menggiring informan untuk memberikan alternatif
jawaban tertentu? Pertanyaan-pertanyaan yang sengajamenggiring informan
untuk memberikan jawaban tertentu yang Anda inginkan,hal itu merupakan ancaman
terhadap validitas wawancara Anda. Contoh:“Apakah Anda telah membaca
catatan-catatan yang saya tulis?” Atau “Apakah Anda telah menyusun
langkah-langkah kegiatan sesuai dengan prosedur yangsudah kita bahas?” Mungkin
Anda akan mendapatkan sebagian besar informanAnda menjawab “Ya” yang
kemungkinan besar tidak proporsional, karenapertanyaan tersebut menyiratkan
tidak baik jika informan belum membacacatatan yang ia buat seperti contoh
pertanyaan pertama, atau tidak menyusunlangkah-langkah kegiatan sesuai prosedur
yang telah dibahas bersama sepertipada contoh pertanyaan kedua.
e. Apakah pertanyaan
yang Anda susun menuntut pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki oleh
responden? Untuk menjaga agar tidak ada butir
pertanyaanyang tidak valid, karena kurangnya pengetahuan informan tentang
masalah yangditanyakan, maka akan lebih baik bilamana pewawancara
menggunakanpertanyaan-pertanyaan saringan. Misalnya ketika informan
bermaksudmenanyakan pendapat informan tentang Peraturan Pemerintah berkenaan
denganStandar Nasional Pendidikan, akan lebih baik jika diajukan pertanyaan
apakahinforman mengetahui tentang peraturan pemerintah dimaksud. Ada
kemungkinanpewawancara menjelaskan terlebih dahulu secara singkat tentang hal
yangditanyakan tersebut, baru kemudian menanyakan pendapat responden?
f. Apakah pertanyaan
yang Anda susun menuntut hal-hal yang bersifat pribadi dan peka sehingga
informan Anda menolak menjawabnya? Jika pertanyaanmenyentuh hal-hal
tersebut, maka Anda harus lebih selektif dan berhati-hati.Pertanyaan-pertanyaan
tentang penghasilan atau hal-hal lain yang bersifat pribadihendaknya diletakkan
pada bagian belakang dalam wawancara, yaitu setelahtercapainya hubungan baik
dan keakraban (rapport) antara pewawancara daninforman.
g. Apakah pertanyaan
yang Anda ajukan menyiratkan hal-hal yang dianggap baik atau buruk oleh
masyarakat? Pada umumnya orang-orang
cenderungmemberikan jawaban sesuai dengan yang dipandang baik oleh umum,
jawabanjawabanyang menunjukkan atau menyiratkan kesetujuan pada
tindakan-tindakanatau ikhwal yang dipandang baik. Misalnya kita menanyakan kepada
seseorangmengenai perasaannya terhadap anak-anak terlantar. Setiap orang
diharapkanmemiliki simpati terhadap anak-anak terlantar. Jika kita tidak
berhati-hati kitahanya akan mendapatkan jawaban stereotip atau klise tentang
perasaannyaterhadap anak-anak terlantar tersebut.
c. Menutup wawancara
Jika wawancara telah
selesai Anda lakukan, Anda harus menahan diribeberapa saat untuk tidak
meninggalkan informan. Hubungan akrab, saling percaya yang telah Anda bina
sejak awal dilakukan wawancara, hendaknya dapat Anda pertahankan sampai
wawancara benar-benar berakhir. Informan Anda harus merasakan kepuasan yang
Anda rasakan. Jika Anda merasa ada bagian-bagian tertentu dari pertanyaan Anda
belum dijawab secara tuntas, tidak selayaknya Anda menunjukkan sikap
ketidakpuasan Anda dihadapan informan, karena bilamana Anda telah membina
hubungan baik, Anda dapat meminta kesediaan informan untuk memberikan informasi
melalui wawancara selanjutnya. Ucapkan terima kasih dengan sikap tulus dan
hangat bilamana informasi yang diberikan informan Anda telahdirasa cukup.
Kemukakan secara terbuka bahwa informasi yang disampaikannya benar-benar
bermakna bagi penelitian yang Anda lakukan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerlinger (1993) mengemukakan bahwa
pemahaman terhadap jenis data dalam penelitian akan mengarahkan seorang
peneliti untuk memilih instrumen yang cocok dengan data yang diinginkannya
tersebut. Menurut jenisnya data dalam penelitian dikelompokkan dalam 4 jenis,
yaitu data nominal, data ordinal, data interval, dan data ratio
Teknik pengumpulan data utama yang
digunakan dalam penelitian tindakan kelas adalah teknik pengamatan atau
observasi, baik pengamatan sekilas maupun pengamatan terlibat. Pengumpulan data
dapat juga dilakukan melalui teknik wawancara, baik wawancara biasa, wawancara
terstruktur, amupun wawancara mendalam. Selain itu, penelitian juga menggunakan
teknik assessment:baik tes subjektef (tes buatan peneliti dan guru) maupun tes
objektif.
B. Saran
Dengan adanya makalah
ini diharapkan kepada teman-teman mahasiswa semua di mulai dari sekarang agar
bisa lebih memahami mengenai pengumpulan data dalam PTK. Sehingga kelak kita
dapat terampil menerapkan ilmu yang dipelajari dalam membuat PTK yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman,
dkk. 2009. Penelitian Pendidikan SD 4 SKS. Jakarta : Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Iskandar.
2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat. Gaung Persada