KONSEP DASAR ASESMEN PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kompetensi
mengajar adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh semua tenaga pengajar.
Berbagai konsep dikemukakan untuk mengungkap apa dan bagaimana kemampuan yang
harus dikuasai oleh tenaga pengajar di berbagai tingkatan sekolah. Misalnya,
Gagne (1974) mengemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tiga
kemampuan pokok yang dituntut dari seorang guru yakni: kemampuan dalam
merencanakan materi dan kegiatan belajar mengajar, kemampuan melaksanakan dan
mengelola kegiatan belajar mengajar, serta menilai hasil belajar siswa. Mengingat begitu pentingnya penguasaan
pengetahuan dan keterampilan dalam mengevaluasi kegiatan dan hasil belajar,
maka dalam makalah ini secara berurutan akan dibahas prinsip-prinsip dasar serta
langkah-langkah untuk mengantarkan para pendidik mendalami pengetahuan dan
pedoman tentang bagaimana cara mempersiapkan dan melaksanakan evaluasi hasil
belajar yang baik.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah diatas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian asesmen pembelajaran ?
2. Apa fungsi, tujuan, dan prinsip asesmen
pembelajaran ?
3. Apa cakupan, jenis, dan teknik asesmen
pembelajaran ?
1.3
Batasan Masalah
Makalah
ini hanya membahas tentang:
1. Pengertian asesmen pembelajaran.
2. Fungsi, tujuan, dan prinsip asesmen
pembelajaran.
3. Cakupan, jenis, dan teknik asesmen
pembelajaran.
1.4 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan kami
adalah:
1. Kita diharapkan dapat memahami pengertian
asesmen pembelajaran.
2. Kita diharapkan dapat memahami fungsi, tujuan,
dan prinsip asesmen pembelajaran.
3. Kita diharapkan dapat memahami cakupan, jenis,
dan teknik asesmen pembelajaran.
1.5 Manfaat
Penulisan
1. Sebagai tambahan
pengetahuan, wawasan dan penerapan ilmu pengetahuan bagi penulis.
2. Sebagai informasi kepada pembaca agar lebih memahami konsep dasar asesmen pembelajaran.
3.Sebagai masukan bagi calon guru tentang evaluasi belajar.
BAB
II
ISI
A.
Pengertian Asesmen Pembelajaran
Asesmen
secara umum dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam
bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang
siswa baik yang menyangkut keputusannya, program pembelajarannya, iklim sekolah
maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
Asesmen
secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran
untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu.
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan sebagai
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu
gejala dan peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa
angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini berupa alat ukur standar seperti:
· meter
· kilogram
· liter, dsb
termasuk ukuran subjektif yang bersifat relatif seperti:
· depa
· jengkal
· sebentar lagi, dsb.
Dalam proses pembelajaran guru juga
melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar yang hasilnya berupa
angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses dari hasil belajar tersebut.
Angka 50, 75, 175 yang diperoleh dari hasil pembelajaran tersebut bersifat
kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa-apa, karena belum menyatakan
tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil dari pengukuran ini biasa
disebut dengan “skor mentah”. Angka hasil pengukuran baru mempunyai makna bila
dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu.
2. Evaluasi
Evaluasi adalah proses pemberian makna
atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil
pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria sebagai pembanding dari proses
dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau
dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa
proses/ kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat
pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang
lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum
pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau
Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK). Kriteria yang ditentukan oleh kegiatan
pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif
disebut dengan Penilaian Acuan Norma atau Penialaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
3. Tes
Adalah seperangkat tugas yang harus
dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang
dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan
dalam asesmen pembelajaran disamping alat ukur lain.
Asesmen
pembelajaran merupakan penilaian bagian integral dari proses pembelajaran
sehingga tujuan asesman harus sejalan dengan tujuan pembelajaran.
Asesmen
harus didasarkan pada tujuan pembelajaran secara utuh dan memiliki kepastian
kriteria keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses belajar yang
dilakukan siswa/kriteria keberhasilan dari kegiatan mengajar yang dilakukan
oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran secara keseluruhan. Untuk
memperoleh hasil asesmen yang maksimal dapat menggambarkan proses dan hasil
yang sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan
untuk memotivasi dan mengembangkan kegiatan belajar anak. Terkait dengan
evaluasi, asesmen pada dasarnya merupakan alat (the means) dan bukan merupakan tujuan (the end).
Dalam
pelaksanaannya, asesmen pembelajaran merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
mengukur dan menilai aspek psikis yang berupa proses dan hasil belajar yang
bersifat abstrak, karena itu asesmen hendaknya dilakukan dengan cermat dan
penuh perhitungan termasuk memperhatikan berbagai keterbatasan sebagai berikut:
1. Untuk pengukuran suatu konstruk, khususnya konstruk psikologis
yang bersifat abstrak tidak ada pendekatan tunggal yang dapat diberlakukan dan
diterima secara universal.
2. Pengukuran aspek psikologis termasuk pengukuran proses dan hasil
pembelajaran pada umumnya dikembangkan berdasar atas sampel tingkah laku yang
terbatas.
3. Perlu dipahami bahwa hasil pengukuran dan nilai yang diperoleh
dalam asesmen proses dan hasil belajar mengandung kekeliruan. Kesalahan dalam
asesmen dapat bersumber dari alat ukur, gejala yang di ukur, maupun inpretasi
dari hasil pengukuran tersebut.
4. Pendefenisian suatu satuan
yang menyangkut kualitas/kemampuan psikologis pada skala pengukuran merupakan
masalah yang cukup pelik, mengingat bahwa kenyataan hasil belajar merupakan
suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi, sedang dalam pelaksanaan tes
pegukuran hasil belajar, pengajar diharuskan memberikan kuantitas yang berupa
angka-angka pada kualitas dari suatu gejala yang bersifat abstrak.
5. Konstruk psikologis termasuk proses dan hasil pembelajaran tidak
dapat didefinisikan secara tunggal atau berdiri sendiri tetapi selalu
berhubungan dengan konstruk yang lain. Dengan demikian dalam pelaksanaan
evaluasi diperlukan adanya kesungguhan dan kecermatan yang tinggi, sehingga
berbagai keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dikurangi.
B.
Fungsi, Tujuan, dan Prinsip Asesmen
Implikasi
dari pelaksanaan peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pada penilaian adalah perlunya penyesuaian terhadap model
dan teknik penilaian yang dilaksanakan di kelas. Penilaian kelas terdiri atas
penilaian eksternal dan internal. Penilaian eksternal merupakan penilaian yang
dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, yaitu
suatu lembaga independen, yang di antaranya mempunyai tujuan sebagai pengendali
mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang direncanakan dan
dilakukan oleh pengajar pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pengembangan
sistem berbasis kompetensi dasar mencakup beberapa hal, yaitu:
1. standar kompetensi, adalah
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran yang
memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, metodologi dan
pengelolaan penilaian,
2. kompetensi dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata
pelajaran yang harus dimiliki lulusan;
3. rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester
dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus;
4. proses penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaian,
sistem pencatatan dan pengelolaan proses; dan
5. proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.
Berdasarkan
Pedoman Penilaian Kelas Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang
dikeluarkan oleh Balitbang Depdiknas (2006), dinyatakan bahwa salah satu
penilaian internal yang disyaratkan adalah penilaian kelas. Penilaian kelas merupakan
bagian dari penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap penguasaan
kompetensi yang diajarkan oleh pendidik, dan bertujuan untuk menilai tingkat
pencapaian kompetensi peserta didik yang dilaksanakan pada saat pembelajaran
berlangsung dan akhir pembelajaran. Penilaian hasil belajar ini dilakukan oleh
guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik
sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara
berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada guru agar
dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran.
1. Penilaian kelas
Penilaian kelas pada dasarnya merupakan
rangkaian kegiatan pendidik yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang
pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik selama mengikuti proses
pembelajaran. Untuk kepentingan itu dilakukan pengumpulan data sebagai
informasi akurat untuk pengambilan keputusan. Pengambilan data dengan prosedur
dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator yang akan
dinilai disebut dengan asesmen. Dari proses asesmen ini, pendidik akan
memperoleh potret atau profil kemampuan dasar yang dirumuskan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) masing-masing sekolah.
Penilaian kelas merupakan suatu proses
yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian,
pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti untuk menunjukkan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik, seperti
penilaian unjuk kerja (performance),
penilaian sikap, penilaian tertulis (paper
and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui
kumpulan hasil kerja peserta didik (portofolio),
dan penilaian diri (self assessment).
Dalam pelaksanaan penilaian kelas ini
pendidik hendaknya mengupayakan agar proses penilaian hasil belajar baik secara
formal maupun informal dapat dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Hal
ini memungkinkan peserta didik secara optimal dapat mengaktualisasikan apa saja
yang sudah dipahami dan apa yang telah mampu dikerjakannya. Dalam penilaian
kelas ini, pendidik juga akan membandingkan hasil belajar peserta didik dalam
periode waktu tertentu dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut
sebelumnya atau dengan kriteria tertentu. Dan sebaiknya, hasil belajar siswa
ini tidak dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Perbandingan semacam ini
disebut dengan penilaian acuan patokan atau penilaian acuan kriteria.
Berikut beberapa keunggulan dari asesmen
berbasis kelas (sumber Balitbang Depdiknas, 2006):
a. Dalam asesmen berbasis kelas, pengumpulan data harus selalu
dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, hal ini memungkinkan adanya
kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang dipahami dan
mampu dikerjakannya.
b. Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tidak untuk
dibandingkan dengan hasil belajar siswa lain ataupun prestasi kelompok, tetapi
dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya; atau dengan kompetensi
yang dipersyaratkan, sehingga dengan demikian siswa tidak terdiskriminasi dalam
klasifikasi lulus atau tidak lulus, pintar atau bodoh, bisa masuk rengking
berapa, dan sebagainya, tetapi lebih diarahkan pada fungsi
motivasi, dan bantuan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
c. Pengumpulan informasi dalam asesmen berbasis kelas ini harus
dilakukan dengan menggunakan variasi cara, dilakukan secara berkesinambungan
sehingga gambaran kemampuan siswa dapat lebih lengkap terdeteksi, dan terpotret
secara akurat.
d. Dalam pelaksanaannya siswa tidak sekedar dilatih memilih jawaban
yang tersedia, tetapi lebih dituntut untuk mengeksplorasi dan memotivasi diri
untuk mengarahkan potensinya dalam menanggapi dan memecahkan masalah yang
dihadapi dengan caranya sendiri dan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki.
e. Proses pengumpulan informasi untuk dapat menentukan ada tidaknya
kemajuan belajar yang dicapai siswa dan perlu tidaknya siswa diberikan bantuan
secara terencana, bertahap, dan berkesinambungan, sehingga dengan demikian
siswa diberi kesempatan memperbaiki prestasi belajarnya, dengan pemberian
bantuan dan bimbingan yang sesuai.
f. Penilaian tidak hanya dilaksanakan setelah proses belajar mengajar
(PBM) tetapi dapat dilaksanakan ketika PBM sedang berlangsung (penilaian
proses). Hasil kerja atau karya siswa yang berbentuk 2 dimensi yang dapat
dikumpulkan dalam portofolio dan yang berbentuk 3 dimensi (produk) terutama
dihasilkan melalui PBM. Karya tersebut dapat juga bersumber atau berasal dari
berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan sekolah, kegiatan OSIS, kegiatan
lomba antar sekolah, bahkan kegiatan hobi pribadi. Dengan demikian, penilaian
kelas mengurangi dikhotomi antara PBM dan kegiatan penilain serta antara
kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
g. Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas, dikompromikan antar
guru dengan para siswa sebelum karya itu mulai dikerjakan; dengan demikian
siswa mengetahui kriteria yang akan digunakan dalam penilaian, agar berusaha
mencapai harapan (expectations) (standar
yang dituntut) guru, dan mendorong siswa utntuk mengarahkan karya-karyanya
sesuai dengan kriteria yang telah disepakati.
2. Tujuan Asesmen Berbasis Kelas
a. Pendidik dapat mengetahui seberapa jauh siswa dapat mencapai
tingkat pencapaian kompetensi yang dipersyaratkan, baik selama mengikuti
pembelajaran dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
b. Pendidik dapat memberikan umpan balik langsung kepada peserta
didik, sehingga tidak perlu lagi menunda atau menunggu ulangan semester untuk
bisa mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
c. Pendidik dapat melakukan pemantauan kemajuan belajar yang dicapai
setiap peserta didik, dan pendidik dapat mendiagnosis kesulitan belajar yang
dialami peserta didik sehingga secara tepat dapat menentukan siswa mana yang
perlu pengayaan dan siswa mana yang perlu pembelajaran remedial untuk mencapai
kompetensi yang dipersyaratkan.
d. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki metode, pendekatan,
kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan materi dan
juga kebutuhan siswa.
e. Menjadi landasan untuk memilih alternatif jenis dan model
penilaian yang tepat untuk digunakan pada materi tertentu dan pada mata
pelajaran tertentu.
f. Menjadi informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang
efektivitas pendidikan.
3. Fungsi Asesmen Berbasis Kelas
Secara rinci fungsi dari asesmen
berbasis kelas dapat dijelaskan sebagai berikut (Diknas, 2006):
a. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi yang telah dikuasai
peserta didik.
b. Sebagai landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik
dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang
langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian
maupun penjurusan.
c. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis untuk membantu pendidik
menentukan siswa yang perlu mengikuti remedial atau justru program pengayaan.
d. Sebagai upaya untuk menemukan kelemahan dan kekurangan proses
pembelajaran yang telah dilakukan ataupun yang sedang berlangsung. Serta
sebagai dasar penentuan langkah perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
e. Sebagai kontrol bagi guru sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan dalam lingkup sekolah tentang
gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.
4. Prinsip-prinsip Asesmen Berbasis Kelas
Prinsip
adalah sesuatu yang harus dijadikan pedoman. Prinsip asesmen berbasis kelas
adalah patokan yang harus dipedomani ketika melakukan asesmen hasil dan proses
belajar. Ada enam prinsip dasar asesmen hasil belajar yang harus dipedomani
(Depdiknas, 2004 dan 2006) yaitu:
a. Prinsip validitas
Validitas dalam asesmen
mempunyai pengertian bahwa dalam melakukan penilaian harus “menilai apa yang
seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai dengan apa yang
seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur
kompetensi” sebagai contoh:
|
Kompetensi
|
Alat penilai
|
||
|
A :
|
Kemampuan siswa berbicara untuk
menceritakan dirinya dan keluarganya (dalam tema: aku dan keluargaku)
|
X :
|
Wawancara, observasi, tes performa
|
|
B :
|
Kemampuan menggunakan mikroskop
|
Y :
|
Tes perbuatan (performa), observasi
|
Jika guru menilai kompetensi A dan alat penilai yang digunakan
adalah X, penilaian ini valid. Jika yang hendak dinilai kompetensi A dengan
alat penilai X, dalam kenyataan yang dinilai bukan kompetensi A tetapi B,
penilaian ini tidak valid. Jika yang hendak dinilai kompetensi A dengan alat
penilai X, dalam kenyataan yang dipakai justru alat penilai Y, penilaian ini
tidak valid.
b. Prinsip rehabilitas
Pengertian rehabilitas
berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang ajeg (reliable) memungkinkan perbandingan
yang reliable, menjamin konsistensi,
dan keterpercayaan. Misal, dalam menilai unjuk kerja, penilai akan reliable jika hasil yang diperoleh itu
cenderung sama bila unjuk kerja itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif
sama. Untuk menjamin reliabilitas petunjuk pelaksanaan unjuk kerja dan
penskorannya harus jelas. Contoh yang lain adalah dalam menguji kompetensi
siswa dalam melakukan eksperimen di laboratorium. Sepuluh siswa melakukan
eksperimen dan masing-masing menulis laporannya. Penilaian ini reliable jika guru dapat membandingkan
taraf penguasaan 10 siswa itu dengan kompetensi eksperimen yang dituntut dalam
kurikulum. Penilaian ini reliable
jika 30 siswa yang sama mengulangi eksperimen yang sama dalam kondisi yang sama
dan hasilnya ternyata sama. Kondisi yang sama misalnya:
1) Tidak ada siswa yang sakit
2) Penerangan/pencahayaan dalam laboratorium sama
3) Suhu udara dalam lab sama
4) Alat yang digunakan sama
Penilaian tersebut tidak reliable
jika ada kondisi yang berubah, misalnya ada 3 siswa yang sakit tetapi dipaksa
melakukan eksperimen yang sama, dan ternyata hasilnya berbeda.
c. Terfokus pada kompetensi
Dalam pelaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi, penilaian terfokus pada pencapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan). Untuk bisa
mencapai penilaian itu harus dilakukan secara berkesinambungan, dimana
penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu
tertentu.
d. Prinsip komprehensif
Prinsip komprehensif
yaitu penilaian dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang
tertuang pada setiap kompetensi dasar dengan menggunakan beragam cara dan alat
untuk menilai, beragam kompetensi atau kemampuan siswa sehingga tergambar
profil kemampuan siswa.
e. Prinsip objektivitas
Prinsip objektifitas
yaitu proses penilaian yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh atau
pertimbangan subyektif dari penilai. Dalam implementasinya penilaian harus
dilaksanakan secara obyektif. Dalam hal tersebut penilai harus adil, terencana,
berkesinambungan, menggunakan bahasa yang dapat dipahami siswa dan menerapkan
kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau pemberian angka (skor).
f. Prinsip mendidik
Penilaian dilakukan
bukan untuk mendeskriminasikan siswa (lulus atau tidak lulus) atau menghukum
siswa, tetapi untuk mendiferensiasi siswa (sejauh mana seorang siswa membuat
kemajuan atau posisi masing-masing siswa dalam rentang cakupan pencapaian suatu
kompetensi). Berbagai aktifitas penilaian harus memberikan gambaran kemampuan
siswa, bukan gambaran ketidakmampuannya. Jadi, penilaian yang mendidik artinya
proses penilaian hasil belajar harus mampu memberikan sumbangan positif pada
peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik, dimana hasil penilaian
harus dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik untuk
lebih giat belajar. Pada akhirnya proses dan hasil penilaian dapat dijadikan
dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan
kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Dalam asesmen berbasis kelas untuk pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi serta implementasi dari standar penilaian dari BSNP perlu
ditambahkan pedoman penilaian pada setiap kelompok mata pelajaran yang secara
rinci dirumuskan sebagai berikut (Depdiknas, 2006):
1) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
melalui:
· Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.
· Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif
siswa.
2) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang
sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
3) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan
melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
4) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga,
dan kesehatan dilakukan melalui:
· Pengamatan tehadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
· Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik.
C. Cakupan, Jenis dan Teknik Asesmen Pembelajaran
Penilaian hasil belajar idealnya dapat
mengungkap semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor, sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji,
misalnya dengan paper-and-pencitest belum tentu dapat menerapkan dengan
baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975).
Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti
pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956,
yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif (cognitive)
adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan
intelektual. Afektif (affective) adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan
perasaan, sikap nilai dan emosi, sedangkan psikomotor (psychomotor)
adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik.
1. Cakupan Ranah Asesmen
Cakupan asesmen terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan. Hal ini merupakan
penjabaran dari stándar isi dan stándar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat
kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari standar isi
pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Satu standar
kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar dan setiap kompetensi dasar
dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang
dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi sekolah/daerah masing-masing. Indikator-indikator yang dikembangkan
tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi
dasar bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan
karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar yang
diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat
diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan pembelajaran mengikuti
pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956,
yaitu cognitive, affective, dan psychomotor. Benjamin
Bloom (1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama
yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah
diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.
a.
Ranah
Kognitif
Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang
tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMTP, dan SMU. Aspek
kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan, pemahanan,
penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
1) Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang
dituntut dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah
tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata-kata operasional yang
digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan,
mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan mereproduksi.
2) Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya
dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan menjadi tiga, yakni; (a)
menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c) mengekstrapolasi. Kata-kata
operasional yang digunakan antara lain: memperhitungkan, memperkirakan,
menduga, menyimpulkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.
3) Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang
menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode,
prinsip- prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata-kata
operasional yang digunakan antara lain: mengubah, menghitung,
mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan,
memecahkan, dan menggunakan.
4) Analisis (analysis adalah tingkat kemampuan yang
menuntut seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu
ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b) analisis
hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-kata
operasional yang umumnya digunakan antara lain: memperinci, mengilustrasikan,
menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan memisahkan.
5) Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang
untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai
faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau mekanisme.
Kata operasional yang digunakan terdiri dari: mengkategorikan, memodifikasikan,
merekonstruksikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat design, menciptakan,
menuliskan, dan menceritakan.
6) Evaluasi (evaluation) adalah jenjang yang menuntut
seseorang untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan
kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kata-kata operasional
yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan, menentukan, menduga,
mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.
b.
Ranah
Afektif
Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap
yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi
sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga
kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan
tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:
1) Menerima (Receiving), diharapkan siswa peka terhadap
eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan
penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata-kata operasional
yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan,
mengikuti, menyebutkan.
2) Menjawab (Responding), siswa tidak hanya peka pada suatu
fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada
kemauan siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan.
Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menjawab, membantu,
melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.
3) Menilai (valuing), diharapkan siswa dapat menilai suatu
obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. Kata-kata
operasional yang digunakan antara lain; melengkapi, menerangkan, membentuk,
mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan mengikuti.
4) Organisasi (organization), tingkat ini berhubungan
dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan masalah,
membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain:
mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan,
menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.
c.
Ranah
Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari
yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu
sekurang-kurangnya 30 menit. Kata operasional untuk aspek psikomotor harus
menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang meliputi:
1) Muscular or motor
skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan,dan
menampilkan.
2) Manipulations of
materials or objects; mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser,
memindahkan, dan membentuk.
3) Neuromuscular coordination; mengamati, menerapkan,
menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.
(Poerwanti E., 2001). Evaluasi terhadap ranah-ranah yang dikemukakan Bloom
melalui prosedur tes memiliki beberapa kelebihan, disamping juga memiliki
banyak kekurangan, seperti;
· setiap soal yang digunakan dalam suatu tes umumnya mempunyai
jawaban tunggal,
· tes hanya berfokus pada skor akhir dan tidak terfokus pada
bagaimana siswa memperoleh jawaban,
· tes mengendalikan pembelajaran di kelas,
· tes kurang mampu mengungkapkan bagaimana siswa berpikir,
· kadang-kadang tes tidak mampu menggambarkan prestasi sebenarnya
dari siswa, dan
· tes tidak mampu mengukur semua aspek belajar.
Apabila dikaji kembali, hafalan
merupakan kemampuan seseorang dalam tingkatan yang paling rendah dalam
taksonomi Bloom. Orin A. dan David R. (2001), menyatakan, dalam taksonomi Bloom
kemampuan seseorang diklasifikasikan menjadi tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Tingkat rendah terdiri dari; pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sedang
kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan
kreativitas. Johnson dan Harris (2002) mengemukakan, berpikir tingkat tinggi
terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah
kemampuan melakukan generalisasi dengan menggabungkan, merubah, atau mengulang-ulang
kembali keberadaan ide-ide tersebut. Adapun kemampuan berpikir kritis merupakan
kemampuan memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan
penilaian terhadap sesuatu tersebut. Lemahnya keterampilan siswa dalam berpikir
bahkan hanya terampil dalam menghafal tidak terlepas dari kebiasaan guru dalam
melakukan evaluasi akhir siswa yang hanya mengukur tingkat kemampuan yang
rendah saja melalui tes tertulis (paper and pencil test). Siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi jika tidak diberikan kesempatan
untuk mengembangkan dan tidak diarahkan maka kemampuannya tidak dapat
berkembang.
Berkaitan dengan kegiatan asesmen, perlu
dipahami implikasi dari penerapan standar kompetensi pada proses penilaian yang
dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus
menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam menerapkan standar kompetensi harus
dikembangkan penilaian berkelanjutan (continous authentic assessment)
yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru diberi kebebasan
merancang pembelajarannya dan melakukan penilaian (assesment) terhadap
prestasi siswa termasuk di dalamnya merancang sistem pengujiannya.
Permasalahan ini akan dibahas tersendiri
pada Unit 5. Paparan tersebut dapat dicermati dalam Tabel berikut yang
menggambarkan pengertian dan cakupan dari ranah asesmen (Depdiknas, 2004).
Tingkatan Domain Kognitif
|
Tingkat
|
Deskripsi
|
|
I.
Pengetahuan
|
Arti: pengetahuan terhadap fakta, konsep,
definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan
kesimpulan.
Contoh kegiatan belajar: mengemukakan arti,
menamakan membuat daftar menemukan lokasi, mendeskripsikan sesuatu,
menceritakan apa yang terjadi, menguraikan apa yang terjadi.
|
|
II.
Pemahaman
|
Arti: pengertian terhadap hubungan
antar-faktor, antar konsep, dan antar data, hubungan sebab-akibat, dan
penarikan kesimpulan.
Contoh kegiatan belajar: mengungkapkan
gagasan/pendapat dengan kata-kata sendiri, membedakan, membandingkan mengintepretasi
data, mendeskripsikan dengan kata-kata sendiri,
menjelaskan gagasan pokok, menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.
|
|
III.
Aplikasi
|
Arti: menggunakan pengetahuan untuk
memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh kegiatan belajar: menghitung
kebutuhan, melakukan percobaan, membuat peta, membuat model, merancang
strategi.
|
|
IV.
Analisis
|
Arti: menentukan bagian-bagian dari suatu
masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar-bagian
tersebut.
Contoh kegiatan belajar: mengidentifikasi
faktor
penyebab, merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan untuk memperoleh
informasi, membuat grafik, mengkaji ulang.
|
|
V.
Sintesis
|
Arti: menggabungkan berbagai informasi
menjadi satu kesimpulan atau konsep atau meramu/merangkai berbagai gagasan
menjadi suatu hal yang baru.
Contoh kegiatan belajar: membuat desain,
mengarang komposisi lagu, menemukan solusi masalah, memprediksi, merancang
model mobil-mobilan, pesawat sederhana, menciptakan produk baru.
|
|
VI.
Evaluasi
|
Arti: mempertimbangkan dan menilai
benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tak bermanfaat.
Contoh kegiatan belajar: mempertahankan
pendapat, beradu argumentasi, memilih solusi yang lebih baik, menyusun kriteria
penilaian, menyarankan perubahan, menulis laporan, membahas suatu kasus,
menyarankan strategi baru.
|
Tingkatan
Domain Afektif
|
Tingkat
|
Deskripsi
|
|
I.
Penerimaan (Receiving)
|
Arti: kepekaan (keinginan
menerima/memperhatikan) terhadap fenomena dan stimuli atau menunjukkan
perhatian yang terkontrol dan terseleksi.
Contoh kegiatan belajar: sering
mendengarkan musik, senang membaca, puisi, senang mengerjakan
soal matematika, ingin menonton sesuatu, senang membaca cerita, senang
menyanyikan lagu.
|
|
II.
Response (Responding)
|
Arti: menunjukkan perhatian aktif, melakukan
sesuatu dengan/tentang fenomena, setuju, ingin, puas meresponsi (menanggapi).
Contoh kegiatan belajar: mentaati
peraturan, mengerjakan tugas, mengungkapkan perasaan, menanggapi pendapat,
meminta maaf atas kesalahan, mendamaikan orang yang bertengkar, menunjukkan
empati, menulis puisi, melakukan renungan, melakukan introspeksi.
|
|
III.
Acuan nilai (Valuing)
|
Arti: menunjukkan konsistensi perilaku yang
mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang
pasti.
Tingkatan: menerima, lebih menyukai dan
menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai.
Contoh kegiatan belajar: mengapresiasi
seni, menghargai peran, menunjukkan keprihatinan, menunjukkan alasan perasaan
jengkel, mengoleksi kaset lagu, novel atau barang antik,
melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup, menunjukkan simpati kepada
korban pelanggaran HAM, menjelaskan alasan senang membaca novel.
|
|
IV.
Organisasi
|
Arti: mengorganisasi nilai-nilai yang
relevan ke dalam satu sistem nilai yang dominan dan diterima di mana-mana.
Tingkatan: konseptualisasi suatu nilai dan organisasi
suatu sistem nilai.
Contoh kegiatan belajar: bertanggung jawab
terhadap perilaku, menerima kelebihan dan kekurangan pribadi, membuat
rancangan hidup masa depan, merefleksi pengalaman dalam hal tertentu,
membahas cara melestarikan lingkunagn hidup, merenungkan makna ayat kitab
suci bagi kehidupan.
|
|
V.
Karakteristik (menjadi karakter)
|
Arti: suatu nilai/sistem nilai telah menjadi
karakter, nilai-nilai tertentu telah mendapat tempat dalam hirarki
nilai individu, diorganisasi secara konsisten, dan telah mampu mengontrol
tingkah laku individu.
Contoh kegiatan belajar : rajin, tepat
waktu, berdisiplin diri, mandiri dalam bekerja secara independen, objektif
dalam memecahkan masalah, mempertahankan pola hidup sehat, menilai masih pada
fasilitas umum dan mengajukan saran perbaikan, menyarankan pemecahan masalah
HAM, menilai kebiasaan konsumsi, dan mendiskusikan cara-cara menyelesaikan
konflik antar-teman.
|
Tingkatan
Domain Psikomotor
|
Tingkat
|
Deskripsi
|
|
I.
Gerakan refleks
|
Arti: gerakan refleks
adalah basis semua perilaku bergerak, respon terhadap stimulasi tanpa sadar,
misalnya: melompat, menunduk, berjalan menggerakkan leher dan kepala,
menggenggam, memegang.
Contoh kegiatan belajar: mengupas mangga
dengan pisau, memotong dahan bunga, menampilkan ekspresi yang berbeda, meniru
gerakan polisi lalu lintas, juru parkir, meniru gerakkan daun berbagai tumbuhan
yang diterpa angin.
|
|
II.
Gerakan dasar (Basic
fundamental movement)
|
Arti: gerakan ini muncul tanpa latihan tapi
dapat diperhalus melalui praktik, gerakan ini terpola dan dapat ditebak.
Contoh kegiatan belajar:
Contoh gerakan tak berpindah: bergoyang,
membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar.
Contoh gerakan berpindah: merangkak, maju
perlahan-lahan, meluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar
mengitari, memanjat.
Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/balok, menggunting,
menggambar dengan krayon, memegang dan melepas objek, balok,
atau mainan.
Keterampilan gerak tangan dan jari-jari:
memainkan bola, menggambar.
|
|
III.
Gerakan persepsi (Perceptual
abilities)
|
Arti: gerakan sudah lebih meningkat karena
dibantu kemampuan perseptual.
Contoh kegiatan belajar: menangkap bola,
mendrible bola, melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil
menjaga keseimbangan, memilih satu objek dari sekelompok objek yang ukurannya
bervariasi, membaca, melihat terbangnya bola pingpong, melihat gerak
pendulum, menggambar simbol geometri, menulis alphabet, mengulangi
pola gerak tarian, memukul bola tenis, pingpong, membedakan bunyi beragam alat musik,
membedakan suara berbagai bintang, mengulangi ritme lagu yang pernah di
dengar, membedakan berbagai tekstur dengan meraba.
|
|
IV.
Gerakan kemampuan fisik (Psysical abilities)
|
Arti: gerak lebih efisien, berkembang
melalui kematangan dan belajar.
Contoh kegiatan belajar: menggerakkan
otot/sekelompok otot selama waktu tertentu, berlari jauh, mengangkat beban,
menarik-mendorong, melakukan senam, melakukan gerak pesenam, pemain biola,
pemain bola.
|
|
V.
Gerakan terampil (Skilled
movements)
|
Arti: dapat mengontrol berbagai tingakatan
gerak, terampil, tangkas, cekatan, melakukan gerakan yang sulit dan rumit
(kompleks).
Contoh kegiatan belajar: melakukan gerakan
terampilan berbagai cabang olahraga, menari, berdansa, membuat kerajinan
tangan, menggergaji, mengetik, bermain piano, memanah, skating, melakukan
gerak, akrobatik, melakukan koprol yang sulit.
|
|
VI.
Gerakan indah dan kreatif (Nondiscursive communicstio)
|
Arti: mengkomunikasikan perasaan melalui
gerakan, gerak estetik: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi
untuk mengkomunikasikan peran.
Contoh kegiatan belajar: kerja seni yang
bermutu (membuat patung, melukis, menari balet, melakukan senam tingkat
tinggi, bermain drama (acting),
keterampilan olahraga tingkat tinggi.
|
2. Asesmen sebagai dasar evaluasi
Skor yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil belajar dalam
pelaksanaan asesmen seringkali belum bisa memberikan makna secara optimal,
sebelum diberikan kualitas dengan membandingkan skor hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar
dapat berupa kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria
performan.
a.
Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria baku/mutlak,
yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian dengan
menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini begitu
koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau tidak
lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut penanganan yang
lebih detail dan terencana sebelum proses pengajaran berlangsung, pengajar
harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan kriteria
keberhasilan serta kompetensi yang harus dikuasai peserta didik yang tercermin
dalam tujuan pengajaran atau indikator pencapaian.
b.
Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria relatif, yakni pada
kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji yang
ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C bergerak dalam batas yang relatif.
Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum yang ada pada kurva normal,
yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran yang
diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa didasarkan pada Mean (rerata)
dan Standard Deviasi (simpangan baku) dari keseluruhan skor yang
diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga penilaian dan penetapan kriteria baru
dapat ditetapkan setelah koreksi selesai dilakukan.
c.
Penilaian dengan Pendekatan Performa (Performance)
Pendekatan ini didasarkan pada performansi mahasiswa sebelumnya,
sehingga lebih diarahkan pada pembinaan kemajuan belajar dari waktu ke waktu,
untuk itu sangat diperlukan informasi tentang kemampuan awal siswa serta
potensi dasar yang dimiliki. Pendekatan ini sangat cocok untuk pelaksanaan
pengajaran remedial atau untuk latihan keterampilan tertentu dimana dalam
kegiatan semacam ini kemajuan anak dari waktu ke waktu sangat perlu untuk
diikuti dan dipantau secara teliti. Masing-masing acuan penilaian memiliki
kekurangan dan kelebihan. Dalam pelaksanaan, pengajar dapat menentukan sendiri
kriteria mana yang dipilih dengan mempertimbangkan berbagai faktor terutama
kondisi kelompok peserta uji, sistem pendidikan yang ada, tingkat kemampuan
yang diungkap, tujuan penilaian dan berbagai pertimbangan lain sesuai dengan
situasi kondisi.
3.
Jenis-jenis evaluasi
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan evaluasi.
Ada bermacam jenis evaluasi yang secara garis besar setidaknya dapat dibagi
menjadi 5 jenis yaitu:
a. Evaluasi Formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan
pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap pokok bahasan tertentu. Informasi dari evaluasi formatif dapat
dipakai sebagai umpan balik bagi pengajar mengenai proses pengajaran.
b. Evaluasi Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada
akhir satuan program tertentu, (catur wulan, semester atau tahun ajaran),
tujuannya untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program
yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam
raport dan penentuan kenaikan kelas.
c. Evaluasi Diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan
untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi
penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan
pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar,
aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta
berbagai kondisi khusus siswa.
d. Evaluasi Penempatan (placement), yaitu penilaian
yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya, misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan anak pada kerja
kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat,
minat, kesanggupan, kondisi phisik, kemampuan dasar, keterampilan dan aspek
khusus yang berhubungan dengan proses pengajaran.
e. Evaluasi Seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk
menyaring atau memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi
tertentu. Evaluasi ini dilakukan kapan saja diperlukan. Aspek yang dinilai
dapat beraneka ragam disesuaikan dengan tujuan seleksi, sebab tujuannya adalah
memilih calon untuk posisi tertentu, karena itu analisis dari evaluasi ini
biasanya menggunakan kriteria yang bersifat relatif atau berdasar norma
kelompok.
4.
Pelaksanaan asesmen dan penilaian hasil belajar
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2005 (PP No. 19/2005),
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas;
(1) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
a.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, perbaikan hasil dalam bentuk
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas. Penilaian oleh pendidik ini digunakan untuk (a) menilai
pencapaian kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan kemajuan
hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.
b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai
pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian
hasil belajar ini berlaku untuk mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Penilaian akhir mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik
oleh pendidik. Dilaksanakan untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu
pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk
menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Untuk dapat
mengikuti ujian sekolah/madrasah, peserta didik harus mendapatkan nilai yang
sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh
BSNP pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
c.
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam
bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan,
akuntabel, dan diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua
kali dalam satu tahun pelajaran. Penyelenggaraannya oleh pemerintah diserahkan
kepada BSNP.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan
untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan
pendidikan;
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
5.
Teknik asesmen
Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan hasil belajar dibedakan
menjadi dua macam yaitu dengan Teknik Tes dan Non Tes namun pada umumnya
pengajar lebih banyak menggunakan tes sebagai alat ukur dengan rasional bahwa
tingkat obyektivitas evaluasi lebih terjamin, hal ini tidak sepenuhnya benar.
a. Teknik tes adalah seperangkat tugas yang harus
dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas
tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang
tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya dan luas penggunaannya.
b. Teknik
nontes dapat dilakukan dengan observasi baik secara langsung ataupun tak
langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan dengan sosiometri,
teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan digunakan sebagai pertimbangan
tambahan dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik
ini dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak. Dalam KBK
teknik nontes disarankan untuk banyak digunakan.
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Dalam Instrumen
Penilaian Kemampuan Guru (IPKG) disebutkan 5 kemampuan pokok guru yaitu
kemampuan untuk: (1) merumuskan indicator keberhasilan belajar, (2) memilih dan
mengorganisasikan materi, (3) memilih sumber belajar, (4) memilih mengajar dan
(5) melakukan penilaian. Masih banyak lagi model yang menggambarkan kemampuan
dasar mengajar ini, namun demikian nampak dengan jelas bahwa pada semua profil
kemampuan tersebut selalu mencantumkan dan mempersyaratkan kemampuan tenaga
pengajar untuk mengevaluasi hasil belajar, sebab kemampuan mengevaluasi
hasil belajar memang merupakan kemampuan dasar yang mutlak dimiliki oleh tenaga
pengajar.
Secara sederhana
pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga
hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Evaluasi adalah proses
pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara
membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Tes adalah seperangkat
tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh
peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap
cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran
tertentu.
Dari pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada
penilaian adalah perlunya penyesuaian terhadap model dan teknik penilaian yang
dilaksanakan di kelas. Penilaian kelas terdiri atas penilaian eksternal dan
internal.
Penilaian kelas pada
dasarnya merupakan rangkaian kegiatan pendidik yang terkait dengan pengambilan
keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik selama
mengikuti proses pembelajaran.
Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil
belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective
dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang menekankan pada
pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi dan ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan
motorik.
Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa
kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria performa.
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan evaluasi,
yang meliputi (1) Evaluasi Formatif (2) Evaluasi Sumatif (3) Evaluasi
Diagnostik (4) Evaluasi Penempatan, dan (5) Evaluasi Seleksi.
Menurut PP. 19 tahun 2005, penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1) penilaian hasil belajar oleh
pendidik; (2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan (3) penilaian
hasil belajar oleh Pemerintah.
Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan hasil belajar dibedakan
menjadi dua macam yaitu dengan teknik tes dan nontes.
1.2
Saran
Kami ingin menyampaikan melalui makalah ini agar
pembaca makalah dapat memahami materi Evaluasi Belajar mengenai Konsep Dasar Asesmen Pembelajaran ini secara mendalam dan mendapat pengetahuan lebih
banyak lagi tentang Evaluasi Belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudiyono, A. (1996). Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas. Jakarta:
Depdiknas.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran
dalam Iplementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar