Kegiatan Perencanaan (Planning) adalah
langkah awal dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Langkah ini
menjadi landasan bagi langkah-langkah berikutnya, yaiyu pelaksanaan, obsevasi
dan refleksi. Meskipun, pelaksanaan tindakan memiliki nilai strategis dalam
kegiatan pembelajaran, namun tindakan tersebut tidaklah berdiri sendiri,
melainkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan perencanaan. Dengan perencanaan yang
baik, guru pelaksana PTK akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitan dan
mendorong guru untuk bertindak dengan lebih efektif.
Sebagai bagian dari perencanaan, guru sebagai peneliti harus berkolaborasi
(bekerja sama) dan berdiskusi dengan sejawat untuk membangun kriteria dan
kesamaan bahasa dan persepsi dalam merancang tindakan perbaikan. Tahapan yang
dilaksaksanakan pada tahap perencanaan meliputi Identifikasi masalah, analisis
masalah, perumusan masalah, dan formulasi tindakan dalam bentuk hipotesis
tindakan.
Berdasarkan
latar belakang yang penyusun ungkapkan diatas, berikut dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini :
1.
Mengidentifikasi
Masalah
2.
Menganalisis
dan Merumuskan Masalah
3.
Memahami
Hipotesis Tindakan
4.
Menilai
Kelayakan Hipotesis
5.
Beberapa
Contoh Hipotesis Tindakan
Tujuan
yang hendak dicapai melalui makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui cara
melakukan identifikasi masalah;
2. Mengetahuicara
merumuskan masalah;
3. Mengetahuicara
menganalisis masalah;
4. Mengetahuicara
menilai kelayakan hipotesis; dan
5. Mempersiapkan
pelaksanaan PTK.
Dalam pembuatan makalah
ini, penulis menggunakan metode pustaka, dimana materi yang dibahas dalam
makalah ini diambil dari buku-buku yang ada hubungannya dengan judul makalah.
Penulis juga mengakses info dengan menggunakan internet sebagai media informasi
dan sumber referensi untuk penambahan informasi yang disajikan dalam makalah.
Identifikasi
masalah merupakan kegiatan awal di dalam
rangkaianproses pelaksanaan PTK. Jika guru dapat mengidentifikasi
masalah-masalah pembelajaran dengan baik, maka ia telah memulai atau mengawali
proses PTK dengan benar. Dengan demikian akan mempermudah guru di
dalammelakukan analisis masalah dan merumuskan hipotesis tindakan. Oleh sebab
itu Anda diharapkan dapat mengkaji secara seksama subunit ini, mengerjakan
latihan-latihan yang disediakan serta menyelesaikan tes formatif yang ada di
bagian akhir subunit ini. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar pada subunit
ini Anda diharapkan dapat menjelaskan cara melakukan identifikasi masalah,
menganalisis dan merumuskan masalah dengan benar sebagai bagian dari
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian
tindakan kelas. Pemahaman akan langkah-langkah ini akan sangat membantu Anda dalam
menyusun rencana dan melaksanakan PTK selanjutnya.
Dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran sehari-hari, tentu Anda seringkali dihadapkan
pada berbagai masalah pembelajaran bukan? Coba Anda ingat kembali
masalahmasalah apa saja yang sering Anda hadapi di kelas yang berpotensi
menghambat pencapaian hasil belajar yang Anda harapkan. Sebagaimana telah Anda
pahami melalui pembahasan dan latihan-latihan dalam unit-unit sebelumnya, suatu
rencana PTK diawali dengan adanya masalah yang dirasakan atau disadari oleh
guru sebagai pengelola pembelajaran. Guru merasa bahwa ada sesuatu yang harus
diperbaiki di kelasnya, yang jika dibiarkan akan berdampak buruk bagi proses
dan hasil belajar siswa. Misalnya, ada sekelompok siswa yang mengalami
kesulitan yang sama dalam mempelajari suatu bagian pelajaran, ada siswa yang
tidak disiplin mengerjakan tugas, atau hasil belajar siswa menurun secara drastis.
Anda dapat mengemukakan contoh lain dari pengalaman Anda sendiri dalam
mengelola proses pembelajaran. Masalah yang dirasakan guru mungkin masih kabur,
sehingga guru perlu merenung atau melakukan refleksi agar masalah tersebut
menjadi semakin jelas. Hopkins (1993) menekankan bahwa pada awalnya guru
mungkin bingung untuk mengidentifikasi masalah, oleh karena itu, guru tidak selalu
harus mulai dengan masalah. Guru dapat mulai dengan suatu gagasan untuk
melakukan perbaikan, kemudian mencoba memfokuskan gagasan tersebut. Meskipun
demikian akan lebih baik bilamana Anda mengawalinya dengan menemukan suatu masalah
yang benar-benar nyata dihadapi karena hal itu akan mempermudah merumuskan bentuk
tindakan perbaikan yang sesuai.
Jika
uraian di atas Anda cermati dengan baik maka hal penting yang dapat kita pahami
adalah bahwa munculnya masalah pertama kali sering dirasakan oleh guru sebagai
sesuatu yang masih kabur. Walaupun guru belum merasa jelas dengan masalah
tersebut, namun guru yakin bahwa memang ada sesuatu yang kurang beres dalam
proses pembelajaran yang ia lakukan dan perlu diperbaiki. Tidak semua guru
mampu merasakan adanya masalah, meskipun tidak mustahil semua guru mempunyai
masalah yang berkaitan dengan praktek pembelajaran yang dikelolanya. Bahkan
mungkin ada guru yang mendiamkan saja masalahnya, meskipun ia sendiri merasa
bahwa ada sesuatu yang tidak beres dikelasnya, yang memerlukan perbaikansegera.
Jika masalah dibiarkan tanpa upaya
perbaikan yang tepat dan sistematis akan berdampak pada menurunnya
kualitas pembelajaran. Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah,
seorang guru dituntut jujur pada diri sendiri dan berusaha tidak menutup-nutupi
masalah yang dihadapinya. Bilamana diperlukan akan lebih baik jika dapat
diungkapkan kepada rekan-rekan guru untuk memperoleh tanggapan dan saran
mereka. Berbekal kejujuran dan keterbukaan tersebut, guru dapat
mengidentifikasi masalah pembelajaran dengan mengemukakan beberapa pertanyaan.
Sudarsono (1996/1997:5) mengungkapkan beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan panduan
untuk mengidentifikasi masalah.
1.
Apa
yang menjadi keprihatinan Anda (guru, kepala sekolah)?
2.
Mengapa
Anda memprihatinkannya?
3.
Menurut
Anda, apa yang dapat Anda lakukan untuk itu?
4.
Bukti-bukti
apa yang dapat Anda kumpulkan agar dapat membantu membuat penilaian tentang apa
yang terjadi?
5.
Bagaimana
Anda mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
6.
Bagaimana
Anda melakukan pengecekan terhadap kebenaran dan keakuratan tentang apa yang
telah terjadi?
Meskipun
pertanyaan-pertanyaan di atas nampak sederhana, akan tetapi membutuhkan waktu
dan pemikiran yang serius untuk menjawabnya. Mungkin diperlukan waktu untuk
merenung atau melakukan refleksi tentang apa yang sesungguhnya terjadi di
kelas. Perlu kembali diingat bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
mengarah pada refleksi diri membutuhkan keterbukaan dan kejujuran. Jika kita tidak
mampu mengungkapkan secara jujur dan terbuka, maka tindakan-tindakan perbaikan
yang kita rancang dikhawatirkan tidak dapat mencapai sasaran tepat sehingga
tidak mampu mencapai perubahan ke arah perbaikan sebagaimana yang kita
harapkan. Karena itu sekali lagi mari kita bersikap jujur pada diri kita sendiri.
Ungkapan kejujuran itu tidak harus kitakemukakan kepada orang lain, kecuali
kita bermaksud melakukan penelitian secara kolaboratif dengan rekan-rekan guru
atau dengan dosen LPTK. Selebihnya cukup kita menjawab untuk diri kita sendiri
dan dibantu melalui catatan sendiri. Refleksi akan efektif jika guru mempunyai
pemahaman/kesadaran yang tinggi akan fungsi pembelajaran. Jika setelah menjawab
pertanyaan tersebut guru sampai pada kesimpulan bahwa ia memang menghadapi
masalah dalam bidang tertentu, berarti ia sudah berhasil mengidentifikasi
masalah.
Tidak
jauh berbeda dengan pendapat di atas, Wardani (2003: 2.5) memaparkan beberapa bentuk
pertanyaan sederhana untuk menjadi acuan di dalam mengidentifikasi masalah yang
dapat dijawab oleh guru sendiri.
1.
Apa
yang sedang terjadi di kelas saya?
2.
Masalah
apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu?
3.
Apa
pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya?
4.
Apa
yang akan terjadi jika masalah tersebut saya biarkan ?
5.
Apa
yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut atau memperbaiki
situasi yang ada?
Pertanyaan pertama akan menghasilkan
daftar masalah yang terjadi di kelas. Daftar masalah ini mungkin masih bersifat
umum, bahkan masih kabur sehingga nantinya perlu dilakukan analisis. Tidak
mustahil pula ada di antara guru yang merasa kesulitan di dalam menemukan
masalah yang terjadi di kelasnya. Jikahal ini terjadi, maka guru tersebut perlu
dibantu untuk mengenal masalahnya. Berikut ini adalah salah satu contoh dialog
antara dosen dan salah seorang guru yang belum dapat menemukan masalah di
kelasnya yang dilaksanakan dalam suatu proses bimbingan mengidentifikasi
masalah dalam perkuliahan PTK.
|
Dosen
|
:
|
Apakah ibu
merasa ada masalah dalam proses pembelajaran yang ibu lakukan?
|
|
Guru
|
:
|
Tidak. Saya merasa tidak ada masalah
di dalam proses pembelajaran yang saya
lakukan.
|
|
Dosen
|
:
|
Bagaimana ibu mengetahui bahwa memang
tidak ada masalah di dalam pembelajaran?
|
|
Guru
|
:
|
Kegiatan
pembelajaran yang saya lakukan berjalan dengan baik dan lancar saja. Kalau
saya menjelaskan siswa-siswa saya umumnya mendengarkan. Jika saya berikan PR,
pada umumnya mereka kerjakan. Jika saya memberikan tugas latihan di kelas
mereka mengerjakan. Tidak ada keributan-keributan yang berarti. Jadi saya merasa
tidak ada masalah dengan pembelajaran saya
|
|
Dosen
|
:
|
Apakah ibu
merasa bahwa hasil-hasil latihan yang dikerjakan sudah dapat mencapai hasil
optimal seperti yang ibu harapkan?
|
|
Guru
|
:
|
Kalau soal
hasil memang belum optimal. Bahkan hampir separoh dari siswa-siswa saya masih
mendapat hasil yang rendah.
|
|
Dosen
|
:
|
Apakah ketika
ibu menjelaskan, siswa-siswa yang ibu ajarkan aktif mengajukan pertanyaan
terutama mereka yang diduga belum mengerti?
|
|
Guru
|
:
|
Kalau bertanya
memang siswa-siswa saya sulit. Meskipun mereka tidak mengerti, biasanya
mereka sulit sekali untuk mengajukan pertanyaan. Padahal saya selalu mendorong
mereka agar jangan malu dan segan bertanya, akan tetapi tetap saja jarang ada
yang bertanya. Bahkan seringkali yang bertanya itu mereka yang sudah agak
mengerti. Saya merasa kesulitan untuk mendorong mereka agar lebih aktif. Padahal
kalau diberikan soal-soal latihan banyak di antara mereka yang tidak bisa
mengerjakan
dengan baik.
|
|
Dosen
|
:
|
Ketika ibu
melaksanakan diskusi kelompok atau diskusi kelas, apakah siswa-siswa juga
aktif mengemukakan pendapat, saran atau pertanyaan.
|
|
Guru
|
:
|
Sebagian
aktif. Tetapi yang aktif itu hanya beberapa orang saja, sebagian besar sulit sekali
untuk ikut mengungkapkan pikiran-pikiran mereka.
|
|
Dosen
|
:
|
Kalau begitu ibu merasa ada masalah
dalam pembelajaran?
|
|
Guru
|
:
|
Ya ada, bahkan banyak masalah.
|
Apa
kesimpulan Anda dari dialog di atas? Adakalanya kita menjumpai hal-hal seperti
ini. dan kejadian seperti ini merupakan hal yang wajar, sebab untuk mengetahui
ada tidaknya masalah juga memerlukan ketajaman dan daya pikir kritis dalam
menilai situasi. Apa yang dapat Anda lakukan jika menghadapi guru yang belum
dapat menemukan masalah pembelajarannya? Tentu Anda bisa membantu menemukan masalah
dengan berbagai cara yang Anda yakini lebih tepat. Bisa dengan berdiskusi,
mungkin dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan sederhana seperti dialog di
atas. Mungkin Anda ajak guru tersebut melihat dokumen kelas, misalnya daftar
hadir, daftar nilai, catatan-catatan khusus tentang siswa dan sebagainya.
Apa
yang kita lakukan untuk membuat pertanyaan bagi diri kita sendiri dan melakukan
refleksi diri sebagaimana langkah-langkah di atas kembali mengingatkan kita
akan salah satu karakteristik PTK, yaitu masalah harus berasal dari guru
sendiri sebagai pelaku atau pengelola pembelajaran, dan bukan berasal dari
orang luar. Namun ada kalanya, guru perlu dibantu untuk mengidentifikasi masalah.
Dalam hal ini guru dapat dibantu oleh rekan-rekan guru yang lain, kepala
sekolah, atau dosen LPTK yang berkolaborasi dengan sekolah. Namun, sekali lagi
perlu ditekankan bahwa aktor utama dalam hal ini adalah guru, bukan mitra
kolaborasi, dan hubungan antara kepala sekolah, atau mitra kolaborasi adalah
sebagai teman sejawat, bukan sebagai atasan dan bawahan.
Untuk
membantu pemahaman Anda tentang identifikasi masalah, berikut ini diketengahkan
beberapa contoh hasil identifikasi yangpernah dilakukan guru ketika mengawali perencanaan
PTK, terutama untuk menjawab pertanyaan pertama tentang apa yang terjadi di kelas.
Ilustrasi
1:
Bu
Isma adalah salah seorang guru yang bertugas mengajar pada salah satu sekolah
dasar. Melalui laporan tertulisnya ia menuturkan hasil identifkasi yang ia
lakukan di kelasnya seperti dituturkan berikut. Saya mengajar pelajaran matematika
di kelas IV. Ketika saya mengajar, terutama ketika mengawali kegiatan mengajar,
biasaya saya gunakan untuk memeriksa pekerjaan rumah (PR) siswa-siswa saya. Hampir
setiap kali saya melakukan pengecekan, saya menemukan salah seorang siswa yang
selalu mengerjakan PR di kelas. Di kelas juga ia tidak mengerjakan sendiri,
akan tetapi meniru atau mencontek pekerjaan temantemannya yang sudah selesai. Jika
saya minta untuk maju ke depan kelas (menyelesaikannya di papan tulis) ia tidak
bisa menyelesaikannya, bahkan kadang-kadang tidak mau mengerjakan. Akibat
perilakunya yang buruk tersebut hasil-hasil latihan dan ulangan yang dicapainya
sangat rendah.
Ilustrasi
2:
Pak
Dian adalah salah seorang guru IPA yang mengajar di kelas V. Ia merasa ada
masalah dalam pembelajaran yang dilakukannya. Dari hasil identifikasi yang ia
lakukan, ada beberapa masalah yang berhasil ia identifikasi.
1.
Siswa
kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan materi pelajaran.
2.
Sebagian
siswa tidak melakukan dengan sungguh-sungguh ketika praktikum IPA. Mereka lebih
banyak bermain daripada melakukan latihan.
3.
Terdapat
beberapa orang siswa yang seringkali mengganggu teman-teman sekelas sehingga
suasana belajar menjadi terganggu.
4.
Seringkali
ditemukan beberapa siswa melakukan aktivitas sendiri ketika guru menerangkan
pelajaran, akan tetapi mereka tidak mengganggu teman-teman lain dan tidak
membuat keributan di kelas. Misalnya mereka menggambar, padahal guru sedang
menjelaskan materi pelajaran IPA.
Anda
juga dapat memperhatikan salah satu contoh hasil identifikasi masalah yang
dilakukan oleh salah seorang guru Geografi padasalah satu SMP seperti yang
dimuat pada Buletin pelangi Pendidikan (2001), seperti berikut:
a.
Jika
diajak tanya jawab pada awal pembelajaran siswa cenderung menghindar untuk
menjawab.
b.
Sangat
sedikit siswa yang berani mengajukan pertanyaan.
c.
Sebagian
siswa mencatat pelajaran Geografi pada buku yang berganti-ganti.
d.
Siswa
cenderung cepat bosan memperhatikan pelajaran, kemudian ngobrol dengan pasangan
duduknya.
e.
Sebagian
besar siswa tidak mengerjakan PR di rumah, melainkan di kelas menjelang
pelajaran berlangsung. Sebagian besar siswa menyalin PR teman-temannya.
f.
Kemampuan
berpikir rasional siswa sangat lemah dalam mengerjakan soal-soal geografi.
g.
Siswa
tidak dapat menstransfer keterampilan mengemukakan hipotesis untuk mata
pelajaran lain.
h.
Siswa
tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata
pelajaran yang lain.
i.
Siswa
tidak dapat berusaha mengaitkan nama-nama kota dengan keadaan alam di
sekitarnya.
j.
Siswa
tidak berusaha mengaitkan keadaan alam suatu daerah dengan kehidupan
masyarakatnya.
Contoh
di atas merupakan bagian kecil dari banyaknya masalah yang sering dihadapi
guru. Coba Anda pikirkan masalah-masalah apa saja yang Anda jumpai dalam
praktik pembelajaran.
melakukan
identifikasi. Jika melalui identifikasi Anda dapat menemukan beberapa masalah
yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di kelas, maka analisis bertujuan
agar masalah tersebut menjadi lebih jelas dan dapat menduga faktor-faktor penyebabnya. Identifikasi masalah akan menghasilkan
daftar masalah. Guru sebagai peneliti selanjutnya perlu melakukan analisis. Tanpa
melakukan analisis, mungkin masalah yang kita identifikasi masih kabur. Analisis
dapat kita lakukan dengan mengajukan pertanyaan kepadadiri sendiri atau yang
disebut refleksi, dan dapat pula dengan mengkaji ulang berbagai dokumen seperti
pekerjaan siswa, daftar hadir, atau daftar nilai, persiapan mengajar atau
bahkan mungkin bahan pelajaran yang kita siapkan.
Jika
kita memperhatikan ilustrasi pertama di mana banyak siswa tidak mengerjakan PR kemudian
banyak yang memilih untuk menyontek pekerjaan teman di sekolah, kita belum bisa
menentukan apa masalah nyata yang dihadapi siswa. Kemungkinan motivasi belajar
mereka rendah, atau karena mereka tidak dapat mengikuti penjelasan yang
disampaikan guru. Hal itu juga dapat terjadi karena sebagian mereka tidak
memiliki buku paket karena buku paket tidak mencukupi untuk seluruh siswa,
sehingga harus meminjam dengan teman lain. Atau dapat pula terjadi karena
beberapa siswa harus membantu pekerjaan orang tua mereka, sehingga hampir tidak
memiliki waktu untuk menyelesaikan PR. Mungkin masih ada masalah-masalah lain
yang terkait dengan kebiasaan anak yang tidak mengerjakan PR tersebut. Oleh
sebab itu perlu diperjelas masalah sesungguhnya, sehingga guru dapat mencari
alternatif pemecahan yang tepat untuk dikembangkan melalui PTK.
Analisis
masalah mempunyai beberapa tujuan, yaitu: a) mendapatkan kejelasan masalah yang
sesungguhnya, b) menemukan kemungkinan faktor penyebab, c) menentukan kadar
permasalahan. Untuk lebih jelasnya masing-masing tujuan diuraikan berikut.
Sebagaimana
telah dipaparkan sebelumnya bahwa melalui identifikasi masalah biasanya guru
menemukan beberapa masalah dalam pembelajaran. Akan tetapi seringkali masalah tersebut
masih bersifat umum dan masih samar-samar. Masalah yang masih bersifat umum dan
samar-samar akan sulit dikaji melalui PTK. Karenaitu masalah tersebut perlu
dianalisis untuk memperjelas dan agar menjadi lebih spesifik. Sebagai contoh, ketika
seorang guru mencermati situasi kelas ketika pelajaran matematika berlangsung,
guru menyimpulkan bahwa siswa-siswa tidak tertarik dengan pelajaran tersebut.
Kesimpulan tersebut didasari pengamatan guru, dimana siswa-siswa tidak
menunjukkan sikap antusias dalam belajar, enggan mengajukan pertanyaan, kurang
serius mengerjakan latihan, dan hasil latihan penyelesaian soal rata-rata
rendah. Memperhatikan keadaan tersebut, mungkin benar apa yang diungkapkan guru
bahwa siswa kurang tertarik dengan pelajaran matematika. Namun permasalahan
kurang tertariknya siswa terhadap pelajaran matematika masih bersifat umum dan
masih kabur. Karena itu masalah tersebut perlu dianalisis. Analisis dapat
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri atau dengan
melakukan refleksi diri kembali. Guru dapat mengajukan pertanyaan seperti,
apakah ketidaktertarikan siswa tersebut berlaku pada semua materi pelajaran,
atau pada materi-materi tertentu. Apakah materi pelajaran yang tidak menarik, ataukah
cara penyampaian guru yang membuat siswa tidak tertantang bahkan mungkin membuat
siswa merasa jenuh. Rendahnya hasil latihan apakah berlaku bagi semua materi latihan
atau pada pokok bahasan tertentu, karenaada sejumlah guru sering mengeluh
rendahnya nilai hasil latihan terutama sekali ketika menyelesaikan latihan soal
cerita dalam matematika. Jika hal itu yang terjadi, maka masalahnya tentu akan
berbeda jika kesulitan penyelesaian soal mencakup semua bentuk latihan atau
semua materi setiap pokok bahasan. Oleh sebab itu maka analisis masalah
mempunyai arti penting untuk merumuskan alternatif pemecahan masalah.
Dengan
melakukan analisis masalah secara cermat, disamping dapat menjadikan masalah
semakin jelas serta spesifik, juga sekaligus dimungkinkan menemukan faktor-faktor
penyebab munculnya masalah tersebut. Ketika guru melakukan perenungan atau
refleksi apakah siswasiswanya benar-benar tidak tertarik pada pelajaran
matematika dengan sendirinya guru juga memikirkan mengapa mereka kurang
tertarik. Untuk menemukan faktor penyebab dalam kegiatan analisis masalah ini
ada dua cara yang dapat dilakukan guru. Pertama merenung kembali masalah
tersebut dengan cara mengajukan pertanyaan yang harus Anda jawab sendiri. Renungan
terhadap diri kita sendiri sering kali disebut refleksi atau introspeksi. Dalam
melakukan introspeksi ini ada beberapa pertanyaan yang dapat kita ajukan. Anda
dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas kepada diri sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di kelas.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berkenan denganmetode mengajar, bahan
pelajaran, motivasisiswa, hasil belajar siswa, kemampuan mengerjakan latihan
dan sebagainya. Di bawah ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat Anda ajukan.
|
-
Apakah
cara saya menjelaskan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa?
-
Apakah
penjelasan yang saya berikan sudah cukup disertai contoh-contoh?
-
Apakah
saya sudah memberikan dorongan agar mereka memberikan tanggapan terhadap apa
yang saya jelaskan?
-
Apakah
bimbingan dalam penyelesaian latihan yang saya berikan cukup memadai?
-
Apakah
saya terlalu banyak menggunakan istilah-istilah yang tidak mereka pahami?
|
Beberapa
contoh pertanyaan di atas dapat dijawab langsung oleh guru sendiri dengan melakukan
refleksi atau instrospeksi secara jujur dan terbuka tentang proses pembelajaran
yang telah dilakukannya.
Cara
kedua untuk menemukan
faktor penyebab munculnya suatu masalah, Anda juga dapat bertanya kepada siswa,
baik dengan menggunakan wawancara maupun dengan memberikan kuesioner. Akan
tetapi perlu Anda ingat, di samping kuesioner memerlukan beberapa langkah
persiapan dalam pembuatannya, Anda juga harus yakin bahwa siswa-siswa Anda di
sekolah dasar memahami substansi pertanyaan dan cara-cara menjawabnya. Oleh sebab
itu mungkin wawancara lebih tepat
dilakukan dibandingkan kuesioner dengan mempertimbangkan berbagai hal,
terutama dikaitkan dengan pengalaman dan kemampuan mereka sebagai siswa sekolah
dasar. Wawancara yang Anda lakukan juga tidak perlu dalam situasi yang terlalu
formal. Anda dapat melakukannya di sela-sela kegiatan pembelajaran, waktu
istirahat, pada saat di perpustakaan dan sebagainya sehingga siswa tidak merasa
takut atau segan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda. Beberapa pertanyaan
sederhana yang dapat Anda ajukan kepada siswa, misalnya:
-
Apakah
kamu mengerti materi pelajaran yang guru jelaskan?
-
Apa
tanggapan kamu tentang cara guru menjelaskan materi pelajaran?
-
Apakah kamu sering mengajukan pertanyaan?
-
Apakah
kamu mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan soal?
-
Apakah
guru memberikan bimbingan jika kamu menghadapi kesulitan mengerjakan latihan?
-
Apakah
pekerjaan rumah yang guru berikan dapat kamu kerjakan?
Anda
juga dapat mengkaji berbagai dokumen kelas,seperti daftar hadir, daftar nilai
atau dokumen lain yang memuat data terkait dengan masalah tersebut. Jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus pula mengarah pada penemuan kemungkinan
faktor yang diduga kuat sebagai penyebab dari suatu masalah yang Anda hadapi.
Jika
guru dapat bersikap jujur dan terbuka pada dirinya sendiri, ia akan
mengembangkan sejumlah pertanyaan lebih lanjut. Misalnya apakah cara saya
mengajar yang kurang menarik. Mungkin metode mengajar yang kurang bervariasi.
Ataukah pendekatan kepada siswa-siswa belum dapat saya lakukan secara baik.
Mungkinkah saya kurang melibatkan mereka dalam pembahasan materi sehingga saya
nampak terlalu mendominasi proses pembelajaran yang seharusnya saya dapat
melibatkan mereka secara aktif. Atau saya kurang mendayagunakan media dan
sumber-sumber belajar, sehingga mereka menjadi jenuh dengan penjelasan yang saya
berikan. Secara langsung maupun tidak langsung ketika guru melakukan analisis
masalah seperti ini ia juga sudah terlibat di dalam memikirkan faktor-faktor
penyebabnya. Keadaan seperti ini merupakan langkah yang positif untuk kelanjutan
tahapan di dalam PTK.
Jika Anda melakukan analisis masalah dengan
melakukan refleksi atas apa yang terjadi dan apa yang Anda lakukan, atau
melakukan pengkajian terhadap dokumen-dokumen kelas seperti daftar hadir,
daftar nilai dan sebagainya, maka Anda akan sampai kepada penilaian seberapa
berat atau seberapa mendasarnya masalah tersebut dalam upaya mencapai perubahan
kearah hasil belajar yang lebih baik. Jika hasil analisis menunjukkan bahwa
masalah yang tersebut berkaitan dengan keterlibatan sebagian besar siswa dan
berkenaan dengan hal-hal substansif dalam pembelajaran berarti permasalahan
dapat dikategorikan sebagai masalah strategis. Sebaliknya jika hasil analisis
merujuk kepada suatu masalah yang kurang mendasar dan tidak terkait langsung
dengan keberlangsungan proses pembelajaran, maka mungkin tidak digolongkan
sebagai masalah mendasar dan strategis sehingga dapat dikaji atau diselesaikan dengan
cara lain dan tidak perlu dikaji melalui PTK.
Untuk
membantu mempertajam analisis masalah, guru dapat menganalisis beberapa
komponen berikut:
1.
Menganalisis
daftar hadir siswa. Analisis kehadiran akan memungkinkan guru mengetahui
seberapa besar keaktifan siswa masuk sekolahdengan melakukan perhitungan
persentase kehadirannya setiap minggu atau setiap bulan. Perlu dicermati pula
apakah yang sering tidak hadir hanya siswa-siswa tertentu atau menyangkut
sebagian besar siswa.
2.
Menganalisis
daftar nilai siswa untuk menemukan bagaimana hasil belajar yang mereka peroleh.
Bagaimana rata-rata nilai yang mereka capai pada seluruh bidang studi yang
diajarkan. Bidang studi mana yang pencapaianhasil belajarnya rendah, dan bidang
studi mana yang mampu mencapai hasil rerata yang lebih baik. Di samping itu
analisis daftar nilai juga dapat memberikan jawaban siswa-siswa mana yang
sangat rendah capaian hasil belajarnya.
3.
Menganalisis
tugas-tugas yang diberikan kepada siswa beserta bahan pelajaran yang dipakai,
apakah tugas-tugas dan bahan pelajaran tersebut cukup menantang atau
membosankan.
4.
Menganalisis
balikan (feedback) yang diberikan guru terhadap pekerjaan siswa. Apakah balikan
tersebut membuat siswa frustasi atau mendorong siswa untuk memperbaiki
pekerjaannya.
Jika
Anda telah melakukan analisis masalah secara cermat, maka masalah yang akan
Anda kaji sekarang sudah menjadi semakin jelas.Langkah berikut yang Anda
lakukan adalah merumuskan masalah. Secara sederhana merumuskan masalah dapat
diartikan sebagai menyatakan suatu masalah secara kongkrit dan operasional sehingga
memberi kejelasan bagipenentuan alternatif pemecahan atau perbaikannya. Menurut
Borg (2001), kata benda permasalahanmemiliki makna konvensional dan makna
teknis. Dalam pemikiran konvensional, suatu permasalahan dapat diartikan sebagai
seperangkat kondisi yang memerlukan pembahasan, keputusan, suatu solusi atau informasi.
Sebuah permasalahan penelitian menyatakan secara tidak langsung kemungkinan
investigasi empiris, yakni pengumpulan data dan analisis.
Cobalah
Anda lakukan latihan merumuskan beberapa masalah berdasarkan analisis masalah
yang telah Anda lakukan. Sebagai contoh, setelah pak Ardi melakukan analisis
secara cermat maka ia sampai kepada kesimpulan bahwa masalah mendasar dalam
pembelajaran IPA di kelas V yang dia hadapi adalah kurangnya pelibatan siswa di
dalam mengungkapkan contoh dan merumuskan kesimpulan materi pokok yang dibahas.
Karena itu guru tersebut membuat pernyataan masalah seperti contoh berikut:
|
Contoh
1:
Penjelasan
materi pelajaran IPA masih sangat didominasi guru, siswa kurang dilibatkan untuk
mengungkapkan contoh-contoh nyata dan menyimpulkan materi pokok yang dibahas sehingga
siswa kurang termotivasi dalam proses pembelajaran.
|
Pernyataan
masalah yang diungkapkan di atas semakin memberikan arah yang jelas bagi pak
Ardi tentang apa yang harus dilakukannya di dalam memperbaiki pembelajaran IPA
di kelasnya.
Contoh
lain adalah hasil analisis yang dilakukan ibu Rini terhadap rendahnya kemampuan
siswa di kelasnya dalam menyelesaikan latihan soal dan ulangan IPS. Setelah melakukan
refleksi, mengkaji daftar nilai siswa di kelas, dan setelah melakukan wawancara
terhadap sejumlah siswa di kelas tersebut, akhirnya bu Rini sampai kepada
kesimpulan bahwa masalah mendasar yang dihadapinya dalam pelajaran IPS adalah
rendahnya kemampuan siswa di dalam mengungkapkan pertanyaan dan mengemukakan
pendapat ketika pelajaran berlangsung. Masalah tersebut dinyatakannya sebagai
berikut:
|
Contoh
2
Dalam
pelajaran IPS siswa kurang memiliki keberanian dan kemampuan untuk bertanya
dan
mengemukakan pendapat sehingga banyak di antara bagian-bagian materi
pelajaran
yang dibahas
tidak mereka pahami dengan baik.
|
Abimayu
(dalam Wardani, 2003) mengingatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan masalah.
1. Jangan memilih masalah yang Anda tidak
kuasai.
2. Ambillah topik yang skalanya kecil dan
relatif terbatas.
3. Pilih masalah yang dirasakan paling penting
bagi Anda dan murid Anda.
4. Kaitkan masalah dengan upaya pengembangan
sekolah.
`Sebelum
Anda merumuskan hipotesis tindakan, perlu Anda ingat kembali bahwa tidak
mungkin dengan satu tindakan, semua masalah terpecahkan. Juga tidak semua
masalah memerlukan pemecahan melalui PTK. Untuk menentukan masalah mana yang
menjadi prioritas untuk dikaji atau dipecahkan melalui PTK berikut ini ada
beberapa hal yang dapat
dijadikan acuan:
1.
Masalah
harus benar-benar penting bagi guru yang bersangkutan serta bermakna dan
bermanfaat bagi pengembangan pembelajaran guna meningkatkan kualitas
pendidikan.
2.
Masalah
harus dalam jangkauan kemampuan guru dalam melaksanakan tindakan di kelas. Anda
perlu menyadari jangan mengangkat suatu masalah yang Anda tidak mampu
melaksanakan tindakan perbaikannya. Oleh karena itu pilihlah masalah yang
benar-benar Anda mampu memperbaikinya melalui suatu tindakan.
3.
Masalah
yang telah Anda pilih untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan harus
dirumuskan secara jelas agar dapat mengungkap berbagai faktor penyebab utamanya
sehingga memungkinkan dicari alternatif pemecahannya. Jika Anda tidak mampu
merumuskan masalah secara spesifik, maka pemecahan yang akan dilakukan akan
sangat sulit mencapai sasarannya secara mendalam.
Secara
umum, hipotesis dapat diartikan sebagai dugaan tentang hubungan dua variabel atau
lebih (Kerlinger, 1993). Hipotesis juga dapat diartikan sebagai jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul (Arikunto, 1998: 67). Hipotesis selalu mengambil bentuk
kalimat pernyataan dan menghubungkan secara umum maupun khusus variabel yang
satu dengan variabel yang lain. Di dalam penelitian ilmiah, hipotesis merupakan
alat yang penting. Ada tiga alasan yang menopang alasan ini. Pertama, hipotesis
dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis dapat dijabarkan dari
teori-teori dan dari hipotesis lain. Kedua, hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan
kemungkinan betul dan salahnya, yang diuji adalah relasi (hubungan). Karena hipotesis
adalah proposisi relasional inilah yang merupakan alasan utama mengapa ia digunakan
di dalam telaah ilmiah. Pada intinyayang kita susun untuk menguji relasi antara
A dan B adalah prediksi-prediksi yang berbentuk “Jika A maka B”. Ketiga,
hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan. Ia demikian
pentingnya, sehingga kita berani mengatakan bahwa jika tidak ada hipotesis
tidak akan pernah ada ilmu pengetahuan dalam arti yang sepenuh-penuhnya
(Kerlinger, 1993).Hipotesis mengarahkan telaah, karena di dalam hipotesis kita
merangkai-rangkaikan segi-segi teori yang kita uji, menyusunnya menjadi wujud
tertentu yang memungkinkan pengujian atau mendekati kemungkinan pengujian.
Bilamana
peneliti telah mengkaji secara mendalam masalah penelitiannya, maka ia mencoba
merumuskan teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji. Peneliti harus berpikir
bahwa hipotesisnya itu dapat diuji. Untuk selanjutnya peneliti akan bekerja berdasarkan
hipotesis yang telah ia rumuskan. Peneliti mengumpulkan data yang ia perlukan untuk
membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang terkumpul, peneliti akan menguji
apakah hipotesis yang dirumuskannya dapat naik status menjadi tesa, atau
sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, bilamana ternyata tidak terbukti. Hal
penting yang perlu diperhatikan peneliti adalah bahwa dirinya tidak boleh
mempunyai keinginan atau ambisi agar hipotesisnya terbukti sehingga ia
melakukan pengumpulan data yang hanya membantu mencapai keinginannya tersebut,
atau memanipulasi data sedemikianrupa sehingga mengarah pada keterbuktian hipotesis.
Sebagai peneliti ia harus memegang teguh sikap obyektif di dalam pengumpulan
data dan melaksanakan langkah-langkah lainnya di dalam penelitian.
Di
atas telah dijelaskan bahwa hipotesis mempunyai kedudukan yang penting dalam
penelitian. Oleh sebab itu perumusan hipotesis harus dirumuskan dengan jelas.
Borg & Gall (2003), mengajukan beberapa persyaratan untuk merumuskan
hipotesis:
1.
Hipotesis
harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas.
2.
Hipotesis
harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel.
3.
Hipotesis
harus didukung oleh teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian
yang relevan.
Dari
pembahasan di atas, Anda telah memperoleh gambaran umum tentang hipotesis.
Meskipun tidak seluruhnya sama, akan tetapi pengertian dan prinsip-prinsip
dasar hipotesis secara umum di atas dapat dijadikan kerangka dasar untuk
memahami hipotesis tindakan dalam PTK. Pengertian hipotesis tindakan sedikit
berbeda dengan hipotesis konvensional seperti diuraikan di atas. Jika hipotesis
konvensional menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau
menyatakan adanya perbedaan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis tindakan
tidak menyatakan demikian, Hipotesis tindakan hendaknya dipahami sebagai suatu dugaan
yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilakukan (Sudarsono, 1997: 9). Sebagai
contoh: “jika intensitas latihan membuat kalimat ditingkatkan, maka siswa akan
lebih mudah menyusun suatu karangan”. Contoh lain, “bilamana pada setiap akhir
pelajaran IPS guru melibatkan siswa dalam menyimpulkan pelajaran, maka
kemampuan siswa mengingat materi yang telah dibahas akan lebih bertahan lama”.
Dari contoh ini, hipotesis tindakan merupakan tindakan yang diduga akan dapat
memecahkan masalah yang diteliti. Dari contoh pertama tindakan yang dilakukan melalui
PTK dapat mengatasi rendahnya kemampuan siswa dalam mengarang. Sedangkan melalui
tindakan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis kedua diduga dapat mengatasi masalah
rendahnya kemampuan siswa dalam mengingat pelajaran yang telah disampaikan.
Hipotesis
tindakan harus dibuat atau dirumuskan dengan melakukan kajian terhadap teori,
atau dengan mengkaji pengalaman dalam praktik pembelajaran yang telah
dilakukan.
Beberapa
pakar menyarankan agar dalam merumuskan hipotesis tindakan guru dapat melakukan
beberapa bentuk kegiatan.
1. Kajian literatur khususnya teori pendidikan
atau pembelajaran.
2. Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan
dengan permasalahan.
3. Kajian hasil diskusi dengan rekan sejawat,
pakar, peneliti dll.
4. Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan
Melakukan
kajian literatur merupakan suatu kegiatan dimana guru sebagai peneliti berupaya
menghimpun, memilah dan menganalisis berbagai sumber tulisan. McMillan dan Schumecher
(2001), melihat pentingnya peran kajian literatur ini karena kegiatan ini akan membantu
peneliti menetapkan secara cermat signifikansi masalah yang akan diteliti
sehingga akan semakin mampu membimbing pikiran peneliti untuk membatasi masalah
penelitiannya, mengembangkan rencana penelitian, memilih metode dan alat ukur
yang tepat serta mengembangkan hipotesis. Telaahan literatur secara keseluruhan
juga akan memberikan bekal bagi peneliti dalam rangka melihat secara kritis
masalah yang akan ia kaji, sehingga guru dan peneliti tidak berada dalam
kekosongan karena telaahannya akan memberikan arah agar dirinya selalu mampu
bersikap kritis, menjauhi sikap dogmatis dan emosional serta kepentingan dirinya
sendiri. Telaahan literatur juga memberikan isyarat agar tidak terjadi
reflikasi atau pengulangan yang tidak perlu. Bilamana kajian literatur dilakukan
secara cermat, maka guru akan mendapatkan informasi yang kaya, dan begitu
banyak hal-hal yang baru. Cobalah Anda diskusikan lebih dalam dengan
rekan-rekan Anda manfaat lain dari kajian literatur atau kajian teori sehingga
akan semakin memperkokoh hipotesis tindakan Anda. Di samping itu Anda akan lebih
percaya diri untuk melakukan tindakan perbaikan yang akan Anda kembangkan
melalui PTK.
Dengan
melakukan kajian di atas guru dapat memperoleh landasan atau kerangka dasar
untuk membangun hipotesis tindakan. Sebagai contoh, bilamana guru pada awalnya
memperkirakan bahwa dengan mengembangkan model cooperative learningkemampuan
siswa untuk mendalami materi akan semakin baik, maka selanjutnya guru dapat
mengkaji teori tentang pembelajaran kooperatif, berdiskusi denganpakar atau dengan
teman sejawat. Jika guru telah merasa yakin dan telah mengkaji kelayakan model
tersebut dilihat dari dimensi siswa, lingkungan sekolah maupun kemampuan
dirinya, maka guru dapat merumuskannya dalam bentuk hipotesis tindakan. Dengan
demikian hipotesis yang dibangunnya telah didukung oleh suatu kajian yang dapat
dipertanggungjawabkan. Pada bagian awal subunit ini telah dijelaskan dan mungkin
anda masih ingat bahwa menilai kelayakan hipotesis berarti pula menilai kelayakan
tindakan yang dipilih untuk memperbaiki pembelajaran melalui pelaksanaan PTK.
Oleh sebab itu penilaian hipotesis tindakan harus diarahkan pada penilaian
kelayakan tindakan. Penilaian kelayakan tindakan dapat dilakukan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan seperti contoh berikut.
1.
Apakah
saya memiliki pengetahuan berkenaan dengan hal itu?
2.
Apakah
saya dan siswa saya memiliki kemampuan untuk melaksanakannya?
3.
Apakah
tersedia sarana/fasilitas untuk mendukung kegiatan tersebut?
4.
Apakah
tersedia waktu yang cukup untuk melaksanakan rangkaian kegiatan tersebut?
5.
Apakah
iklim sekolah dan iklim belajar di kelas cukup mendukung pelaksanaan tindakan?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas mengimplikasikan beberapa persyaratan yang harus dikaji untuk menilai
kelayakan suatu tindakan yang akan dikembangkan melalui PTK seperti berikut ini.
Dari
contoh yang dipaparkan pada subunit pertama dari identifikasi masalah yang
dilakukan dan setelah melakukan refleksi, kemudian guru menyimpulkan bahwa
rendahnya keaktifan siswa di dalam prosespembelajaran IPA yang diajarkannya
salah satunya disebabkan karena siswa belum dilibatkan secara intensif didalam
mengemukakan atau memperkaya materi pelajaran dengan contoh-contoh nyata. Guru
tersebut menyadari bahwa dirinya masih terlalu mendominasi kegiatan
pembelajaran. Dalam mengungkapkan contoh-contoh nyata mestinya siswa dapat
dilibatkan, akan tetapi ia merasakan bahwa hal-hal itu selama ini lebih banyak dilakukannya
sendiri. Karena itu melalui PTK ia merencanakan memperbaiki metode pembelajarannya
sendiri dengan memfokuskan pada pelibatan siswa di dalam pemberian contoh-contoh
nyata sebagai tindakan perbaikan. Contoh yang lain juga dapat diungkapkan dari pengalaman
seorang guru yang mengajar mata pelajaran Biologi di kelas 8 di salah satu SMP negeri.
Hampir setiap kali ia mengajar pelajaran Biologi di kelas tersebut ia mengamati
bahwa anak-anak tidak memiliki motivasi di dalam kegiatan pembelajaran. Dari
dokumen kelas terutama daftar nilai siswa yang ia cermati memang rata-rata
nilai siswa yang dicapai pada mata pelajaran tersebut rendah. Ia merasa
prihatin dengan masalah tersebut, dan menurutnya masalah itu merupakan hal
mendasar dalam pembelajaran yang dikelolanya. Dari hasil refleksi yang ia
lakukan dan hasil kajian terhadap dokumen kelas, maka ia menyimpulkan besar kemungkinan
metode-metode pembelajaran yang ia gunakan kurang mendorong keterlibatan siswa,
sehingga motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran tersebut rendah. Selanjutnya
setelah berdiskusi dengan beberapa rekan sejawat, ia memutuskan untuk
melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan melakukan PTK di kelasnya. Tindakan
perbaikan yang dipilihnya adalah mengembangkan metode Role Plying.
Jika
dikaitkan dengan aspek yang kita bahas sekarang, menurut Anda apa yang harus guru
pikirkan jika ia telah menentukan tindakan tersebut sebagai upaya perbaikan pembelajarannya?
Anda tentu memahami jika solusi tindakan yang dipilih tersebut tidak dipahami
dengan baik oleh guru tentu akan sulit diimplementasikan bukan? Karena itu,pertama
yang harus dipikirkan guru adalah apakah ia memahami tentang tindakan perbaikan
tersebut. Pada contoh kasus pertama tentu guru harus mengetahui bagaimana
mekanisme pelibatan siswa di dalam mengungkapkan contoh. Pada contoh kasus yang
kedua, guru harus memiliki pemahaman tentang metode Role Plying sebagai metode
pembelajaran.
Untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih tentang kedua hal tersebut, guru harus mengkaji teori, hasil-hasil
penelitian, tulisan-tulisan orang lain
pada jurnal, buletin, majalah-majalah pendidikan atau berdiskusi dengan teman
sejawat maupun melalui cara-cara lain yang dimungkinkan. Jika di lingkungan
guru tersebut telah tersedia internet, mungkin pencarian sumber-sumber
pendukung untuk mendalami materi ini tidak terlalu sulit.
Selain
pentingnya pemahaman terhadap substansi tindakan, juga sangat penting pemahaman
guru tentang prosedur pengembangannya melalui PTK. Guru harus memahami hal-hal
yang berkaitan dengan PTK, baik cara merencanakan, melaksanakan, pengumpulan
dan analisis data dan refleksi serta hal-hal lain yang terkait dengan pelaksanaan
PTK. Dengan demikian berarti secara umum ada dua hal yang harus dipahami guru,
yaitu: Pertama, pemahaman tentang hal
yang berkaitan dengan substansi tindakan yang dipilih sebagai solusi pemecahan
masalah pembelajaran. Kedua,
pemahaman berkenaan dengan PTK itu sendiri. Jika kedua komponen ini telah
dipahami guru, maka ia dapat merencanakan PTK. Anda tentu masih ingat saran
yang sering disampaikan dalam beberapa bagian
pembahasan, yaitu jangan mengambil atau mengangkat suatu masalah untuk dikembangkan
dalam PTK jika guru tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang hal itu.
Anda
telah diajak untuk mengkaji secara mendalam bagian-bagian awal unit yang
membahas tentang PTK. Salah satu bagian yang sangat penting adalah tentang tujuan
PTK. Tentu Anda tidak akan lupa bahwa muara dari PTK adalah dalam rangka
meningkatkan hasil belajar siswa bukan? Karena itu setiap upaya perbaikan pembelajaran
yang dilakukan guru harus diukur keberhasilannya melalui perubahan yang dicapai
oleh siswa. Jika guru melihat bahwa metode atau teknik tertentu sangat menarik
untuk diterapkan di dalam pembelajaran, maka di samping guru bertanya apakah
dirinya memahami dengan baik metode atau teknik
tersebut,
pertanyaan selanjutnya yang harus mendapat jawaban adalah, apakah siswa-siswa
bisa atau mampu melaksanakannya. Ada seorang guru Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan yang sangat tertarik dengan penampilan anak-anak pada salah satu
pertunjukan olah raga yang disaksikannya. Kemudian ia berencana menerapkan
cara-cara tersebut pada siswa-siswanya,tentu hal itu merupakan keinginan baik
yang perlu mendapat dukungan. Akan tetapi guru tersebut perlu bertanya sebelum
benar-benar menyusun rencana untuk menerapkannya. Misalnya apakah siswa-siswa
yang saya ajarkan memiliki kesamaan dengan apa yang saya saksikan, baik dari
tingkatan kelas, pengetahuan awalnya, kesiapan dan kesanggupan fisik dan
seterusnya. Kita tentu masih ingat juga bahwa dalam paradigma pembelajaran yang
berpusat pada siswa, siswa merupakan sentral dari segala kegiatan pembelajaran.
Jika hal ini kita pahami dengan baik, maka kita tidak akan pernah lupa
memikirkan tindakan yang kita pilih untuk dikaji dari dimensi mereka. Dalam
merencanakan PTK kita dapat mengambil contoh, misalnya ketika seorang guru
memutuskan untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran Matematika yang
diajarnya dengan meningkatkan intensitas latihan pengerjaan soal bagi
siswasiswa kelas empat sekolah dasar. Hal pokok yang sangat penting dilakukan
adalah mengkaji seberapa besar tingkat kemampuan siswa di dalam mengerjakan
latihan. Berapa seringnya latihan itu dilakukan dan berapa banyak jumlahsoal
yang diberikan setiap kali latihan harus dikaji oleh guru secara cermat, karena
ketidaktepatan di dalam penentuannya, disamping memberikan beban yang tidak
sesuai bagi siswa, juga dikhawatirkan motivasi siswa di dalam mengerjakan
latihan tersebut justru semakin menurun. Jika hal itu terjadi maka harapan guru
agar terjadi perubahan hasil belajar pada siswa-siswanya hanya menjadi angan-angan
belaka, sementara ia telah menghabiskan waktu dan energi yang tidak sedikit
untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan tersebut. Karena itu, jika Anda memutuskan
untuk melakukan suatu tindakan perbaikan dalam PTK, kaji dan cermati dengan
seksama kemampuan siswa-siswa Anda.
Jika
tindakan perbaikan yang tertuang dalam hipotesis
Anda berkaitan dengan penggunaan sarana atau fasilitas tertentu, maka di
samping mengkaji poin pertama dan kedua di atas, Anda juga harus mengkaji
ketersediaan dan keterpakaian sarana dan fasilitas pendukung tersebut. Sebagai
contoh, seorang guru IPA yang mengajar pada salah satu sekolah dasar merencanakan
mengembangkan PTK dengan merumuskan judul penelitiannya sebagai berikut: “Model
Pemanfaatan KIT IPA SD yang Efektif untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA”.
Menurut Anda fasilitas apa yang harus ada dan diyakini kelengkapannya untuk mendukung
pelaksanaan tindakan dalam PTK guru tersebut? Apa yang dapat dilakukan guru di dalam
melakukan tindakan perbaikan pembelajarannya bilamana tidak tersedia KIT IPA.
Apa kendala yang dihadapi guru bilamana KIT IPA yang dimiliki sekolah tersebut
tidak lengkap sebagaimana mestinya, sementara pada PTK guru telah merumuskan
model pemanfaatan KIT IPA yang efektif.
Mungkin
pada tempat yang berbeda atau kesempatan lain di lingkungan sekolah Anda, ada
guru yang bermaksud meningkatkan keterampilan siswa dalam menggunakan atau memanfaatkan
alat-alat seni melalui proses pembelajaran kesenian yang dikelolanya.Penelitian
semacam ini baik untuk dilakukan karena perubahan hasil belajar yang diharapkan
dapat diamati secara langsung oleh guru. Persoalan pokok yang perlu dicermati
secara seksama adalah ketersediaan alat-alat seni yang diperlukan, di samping
tetap mengkaji kemampuan atau keterampilan guru sendiri untuk melaksanakan
tindakan tersebut tidak akan kalah pentingnya. Untuk memperdalam pemahaman Anda
terhadap pentingnya fasilitas dan sarana sebagai dasar menilai kelayakan
hipotesis tindakan ini, coba Anda perkaya dengan contoh-contoh yang dapat disusun
sendiri atau berdiskusi dengan rekan-rekan Anda untuk merumuskan beberapa judul
PTK di mana tindakan perbaikannya mempersyaratkan ketersediaan fasilitas dan
sarana sebagai pendukung utama.
Pernyataan-pernyataan
yang sering kita jumpai pada pembahasan sebelumnya yang harus selalu kita ingat
adalah bahwa tugas utama guru adalah mengajar. Oleh sebab itu pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas selalu diupayakan agar tidak terganggu oleh kegiatan-kegiatan
lain, terlebih lagi kegiatantersebut memang ditujukan untuk memperbaiki kinerja
pembelajaran seperti PTK. Di dalam menyusun rencana tindakan, bahkan sejak menentukan
alternatif tindakan yang dikembangkan dalam PTK, kecermatan guru di dalam melihat
waktu pembelajaran yang tersedia harus diletakkan sebagai bagian penting. Bisa
jadi tindakan perbaikan yang dipilih atau ditawarkan akan mampu memberikan
jaminan hasil perubahan yang akan dicapai, akan tetapi tidak mungkin dapat
dilaksanakan dengan baik dengan waktu yang tersedia. Sebagai contoh, guru
bermaksud membawa siswa memperhatikan aktivitas di jalan raya untuk mendorong
siswa agar mampu mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka terhadap ketertiban
berlalu lintas di jalan raya. Ada beberapa dimensi yang harus dianalisis guru
berkenaan dengan waktu. Misalnyaberapa jauh jarak antara sekolah dan jalan raya,
sehingga dapat diperkirakan waktu yang dipergunakan siswa untuk menuju dan
kembali dari tempat tersebut. Berapa lama waktu yang digunakan untuk mengamati
aktivitas di jalan raya. Setelah selesai mengamati kegiatan apa yang akan dilakukan
siswa, dan berapa lama waktu yang disediakan untuk kegiatan tersebut. Contoh
lain, seandainya guru akan membawa siswa-siswa melakukan eksperimen di laboratorium
dalam proses pembelajaran Fisika. Untuk keperluan tersebut guru harus cermat
menetapkan waktu untuk melaksanakan langkah-langkah kegiatan pembelajarannya.
Berapa lama waktu untuk menjelaskan kegiatan, berapa lama waktu melakukan
praktik di laboratorium, berapa lama waktu merumuskan hasil, dan berapa waktu yang
digunakan untuk mendiskusikannya. Sekali lagi Anda tidak boleh mengabaikan faktor
waktu dalam menilai kelayakan hipotesis tindakan Anda. Karena kegagalan suatu
tindakan seringkali lebih banyak terjadi bukan karena kurangnya kemampuan guru,
atau kurangnya sarana dan fasilitas, akan tetapi karena keterbatasan waktu
untuk melaksanakan tahapantahapan kegiatan yang telah dirancang.
Adakalanya
guru berhadapan dengan suatu keadaan yang berada di luar kemampuan dan
wewenangnya untuk merubah atau mengintervensinya, padahal keadaan itu sangat mengganggu
proses pembelajaran. Letak gedung sekolah yang sangat berdekatan dengan jalan raya,
pabrik, pasar, atau keramaian lain seperti terminal dan sebagainya adalah
beberapa keadaan yang berada di luar wewenang dan kemampuan guru
mengintervensinya. Selain itu di dalam lingkungan sekolah sendiri juga ditemui
keadaan-keadaan yang kurang mendukung, misalnya ruangan yang terlalu panas,
batas antara kelas yang tidak baik sehingga aktivitas apalagi keributan di
kelas lain terdengar denganjelas oleh siswa. Selain dari keadaan fisik
seperti contoh
di atas, iklim psikologis juga dapat memberikan pengaruh bagi kelancaran
pelaksanaan
tindakan di dalam PTK. Karena itu berkaitan dengan iklim kelas dan sekolah ini,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat mengkaji secara cermat
kelayakan hipotesis Anda.
-
Yakinkan
bahwa tindakan perbaikan yang akan Anda lakukan tidak mengganggu kelancaran
kegiatan pembelajaran kelas-kelas yang lain, atau seoptimal mungkin dapat
diupayakan mengurangi gangguan bagi kelas yang lain. Jika tindakan tersebut
akan sangat mengganggu aktivitas pembelajaran guru-guru lain, sebaiknya Anda
kaji kembali alternatif tindakan lain yang juga dapat menjamin perubahan yang
Anda harapkan.
-
Yakinkan
bahwa petunjuk-petunjuk atau penjelasan yang akan Anda sampaikan berkenaan
dengan tindakan dalam PTK Anda, dapat didengar dan dicermati dengan baik oleh
siswa. Hal ini semakin diperlukan bilamana lingkungan kelas atau sekolah Anda
sering terganggu oleh berbagai kegaduhan dari luar, atau dari kelas-kelas yang
lain.
-
Yakinkan
diri Anda bahwa tindakan perbaikan yang Anda pilih didukung oleh teori-teori
atau hasil-hasil penelitian yang sudah ada, bukan sesuatu yang kontradiktif
dengan teori atau hasil penelitian yang ada, terlebih lagiyang dapat meresahkan
pihak-pihak yang lain.
Jika
Anda telah memutuskan untuk memilih suatu tindakan perbaikan tertentu dalam
rangka menyelesaikan masalah yang Anda hadapi, maka ada baiknya sekali lagi
Anda memikirkan kelayakannya dilihat dari beberapa dimensi, baik guru, siswa,
sarana, waktu dan lingkungan sekolah. Oleh sebab itu mungkin ada baiknya Anda
membuat pertanyaan dan menjawabnya secara terbuka untuk membuktikan pemahaman
Anda tentang alternatif tindakan tersebut dan kelayakan pelaksanaannya.
Sebelum
Anda merumuskan hipotesis tindakan, sebaiknya Anda mengkaji kembali rumusan
masalah yang telah Anda susun sebelumnya. Dari permasalahan yang dirumuskan
Anda dapat merumuskan hipotesis tindakan sebagai kerangka acuan penelitian
Anda. Perhatikan beberapa contoh berikut. Bandingkan dengan rumusan-rumusan
yang sudah Anda buat.
|
Contoh
hipotesis Tindakan 1.
Jika dalam
menjelaskan materi pelajaran IPA guru lebih banyak melibatkan siswa untuk mengungkapkan
contoh-contoh nyata dan menyimpulkan pelajaran, maka siswa akan lebih termotivasi
dalam proses pembelajaran.
|
Dalam
rumusan hipotesis tersebut, ada dua tindakan yang dilakukan guru, yaitu
melibatkan siswa di dalam mengungkapkan contoh-contoh nyata dan menyimpulkan
pelajaran secara bersamaan dalam satu tindakan. Jika guru ingin memfokuskan pada
satu tindakan saja, maka ia dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut:
|
Contoh
hipotesis tindakan 2:
Jika dalam
menjelaskan materi pelajaran IPA guru lebih banyak melibatkan siswa untuk mengungkapkan
contoh-contoh nyata maka siswa akan lebih termotivasi dalam proses pembelajaran.
|
Jika
guru memilih tindakan perbaikan dengan melibatkan siswa dalam menyimpulkan
pelajaran, maka rumusan hipotesisnya adalah:
|
Contoh
hipotesis tindakan 3:
Bilamana dalam
pembahasan materi pelajaran IPA guru melibatkan siswa dalam
menyimpulkan
pelajaran, diduga siswa akan lebih termotivasi dalam proses pembelajaran.
|
Identifikasi masalah
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan masalah nyata yang terjadi. Dari
kegiatan identifikasi yang dilakukan guru akan menghasilkan daftar masalah yang
terjadi di kelas. Masalah yang ditemukan dari proses identifikasi seringkali
masih bersifat samar-samar atau kabur. Masalah yang masih kabur perlu
diperjelas agar dapat dikaji faktor penyebabnya dan dimungkinkan untuk
menemukan cara mengatasinya. Kegiatan tersebut dinamakan analisis masalah,
untuk selanjutnya dirumuskan dalam bentuk kalimat yang jelas dan singkat agar
mudah dipahami. Analisis masalah mempunyai beberapa tujuan, yaitu:a)
mendapatkan kejelasan masalah yang sesungguhnya, b) menemukan kemungkinan
faktor penyebab, c) menentukan kadar permasalahan.
Hipotesis dapat
diartikan sebagai dugaan tentang hubungan dua variabel atau lebih atau sebagai
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data yang terkumpul. Di dalam penelitian ilmiah, hipotesis
merupakan alat yang penting. Pertama, hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti
kerja teori. Kedua, hipotesis digunakan di dalam telaah ilmiah. Ketiga, hipotesis
adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan. Dalam kajian PTK
hipotesis tindakan dapat dipahami sebagai suatu dugaan yang akan terjadi jika
suatu tindakan dilakukan, atau sebagai suatu tindakan yang diduga akan dapat
memecahkan masalah yang diteliti. Menilai kelayakan hipotesis tindakan sama
artinya mengkaji secara cermat kelayakan tindakan yang dipilih untuk memecahkan
masalah pembelajaran yang dihadapi. Beberapa hal yang perlu dijadikan dasar
untuk mempertimbangkan kelayakan hipotesistindakan adalah; (1) kemampuan untuk
melaksanakan tindakan, (2) ketersediaan sarana/fasilitas, (3) kecukupan waktu,
(4) iklim sekolah dan iklim belajar di kelas. Agar hipotesis tindakan dapat
dilaksanakan dan terbukti mampu membawa perubahan yang diharapkan, maka sebelum
Anda merumuskan hipotesis tindakan, sebaiknya Anda mengkaji kembali rumusan
masalah yang telah Anda susun sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar